Pages

Labels

Tripoli Terkepung Wilayah Oposisi

NALUT (SINDO)- Tekanan terhadap Pemimpin Libya Muammar Khadafi semakin besar setelah kota-kota di wilayah barat yang menjadi basis pendukungnya, jatuh ke tangan kubu anti rezim. Komunitas internasional juga terus menyuarakan agar dia mundur.

Tripoli saat ini terkepung kota-kota sekitar yang telah dikuasai warga sipil. Seorang penggerak oposisi, Abdel Hafiz Ghoqa, menjelaskan pada kantor berita AFP di Benghazi, bahwa dewan nasional transisional telah dibentuk di kota-kota yang mereka kuasai.

“Pembentukan dewan nasional telah diumumkan di semua kota yang bebas di Libya. Dewan ini wajah Libya dalam periode transisi,” ujarnya. “Rakyat Libya akan membebaskan kota-kota mereka. Kita mengharapkan bantuan militer untuk membebaskan Tripoli.”

Mantan Menteri Kehakiman Libya Mustafa Abdel Jalil yang keluar dari kabinet Khadafi pada 21 Februari menjelaskan, pemerintahan transisional akan memimpin Libya selama tiga bulan, sebelum pemilihan umum (pemilu).

Namun dalam pernyataan melalui telepon untuk televisi Serbia, Khadafi menegaskan, “Libya tenang sepenuhnya. Tidak ada yang luar biasa. Di sini tidak ada kerusuhan.”

Tentang wilayah yang kini dikuasai oposisi, Khadafi menjelaskan, “Ada sekelompok kecil musuh-musuh yang terkepung, tapi kami akan membereskannya.”

Sebuah video yang diposting di YouTube menunjukkan salah satu putra Khadafi, Seif al-Islam, membawa senapan otomatis dan menyerukan dukungan untuk ayahnya. “Orang-orang mengatakan bahwa polisi membelot, polisi bergabung dengan penghasut. Hari ini kami saksikan polisi itu bersama Libya,” ujarnya.

Tapi beberapa wartawan dan saksi mata menjelaskan, rezim Khadafi saat ini hanya mengontrol beberapa wilayah di barat, di sekitar ibu kota Tripoli, dan beberapa kawasan di selatan.

Seorang wartawan AFP yang tiba di Nalut, kota berpenduduk 66.000 jiwa, 235 kilometer barat Tripoli, menemukan bahwa pendukung setia Khadafi telah menghilang semua. “Kota itu bebas sejak 19 Februari. Kini kota itu dikelola komite revolusioner yang ditunjuk oleh masyarakat,” kata Shaban Abu Sitta, seorang pengacara dan anggota komite revolusioner.

“Kota Rhibat, Kabaw, Jado, Rogban, Zentan, Yefren, Kekla, Gherien dan Hawamed juga telah bebas selama berhari-hari. Di semua kota tersebut, pasukan Khadafi telah pergi dan komite revolusioner berkuasa,” kata Abu Sitta.

Seorang saksi mata menjelaskan, pemberontak berhasil menembak jatuh sebuah pesawat militer Libya, kemarin, saat tentara rezim berupaya merebut kembali kota terbesar ketiga, Misrata, 200 kilometer timur Tripoli. “Sebuah pesawat ditembak jatuh pagi ini saat pesawat itu menembaki stasiun radio lokal. Demonstran kemudian menangkap awak pesawat,” kata Mohamed, saksi mata.

“Pertempuran untuk menguasai pangkalan udara militer terjadi sejak malam lalu dan masih berlangsung saat ini. Pasukan Khadafi hanya mengontrol sebagian kecil pangkalan tersebut. Demonstran mengontrol sebagian besar pangkalan tempat disimpannya amunisi,” papar Mohamed.

Musuh rezim juga mengontrol kota Az-Zawiyah, 50 kilometer barat Tripoli. Tampak ribuan orang turun ke jalan untuk mengecam rezim Libya di hadapan para wartawan yang diundang meliput. Wartawan disambut ribuan demonstran yang meneriakkan, “Turunkan rezim, kami ingin merdeka.” Beberapa orang bersenjata dan menembak ke udara.

Pertempuran memperebutkan kota Az-Zawiyah terjadi pada Kamis (24/2) silam dan menewaskan lebih dari 35 orang. Tidak tampak lagi aparat keamanan Libya di kota tersebut saat ini.

Amerika Serikat (AS) secara terbuka menyatakan siap membantu musuh-musuh Khadafi yang membentuk dewan nasional transisi di beberapa kota di wilayah timur dan barat yang mereka kuasai. Washington menyeru tentara untuk membantu lawan-lawan Khadafi menguasai Tripoli.

Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton mengulangi seruan para pemimpin dunia, termasuk Presiden AS Barack Obama dan Perdana Menteri (PM) Inggris David Cameron agar Khadafi mundur. “Kita baru mengawali apa yang akan dilakukan Khadafi. Pertama, kita ingin melihat berakhirnya rezimnya dan tanpa pertumpahan darah lagi. Kami ingin dia pergi,” katanya.

Di Mesir, Senator AS John McCain dan Joe Lieberman mendesak pemerintah Amerika mengakui pemerintahan transisional di Libya dan menyediakan persenjataan serta bantuan kemanusiaan untuk menggulingkan Khadafi.

Kerusuhan di Libya dalam dua pekan terakhir menewaskan sedikitnya 1.000 orang dan menciptakan darurat kemanusiaan. Lebih dari 100.000 pekerja migran melarikan diri dari negara di Afrika Utara tersebut.

Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bertemu di Jenewa untuk membahas krisis Libya, juga semakin waspada dengan situasi kemanusiaan di negara produsen minyak itu. “Dewan tidak melonggarkan kewaspadaan atas Libya seiring ancaman kekerasan terhadap warga sipil yang terus membayangi,” papar komisioner tinggi HAM PBB Navi Pillay.

Krisis Libya mendongkrak harga minyak menjadi USD113,98 per barrel pada perdagangan Asia, kemarin.

Sementara itu, pemerintah Inggris mencabut kekebalan diplomatik Khadafi dan anggota keluarganya. Keputusan itu diungkapkan Menlu Inggris William Hague setelah Dewan Keamanan PBB menerapkan larangan perjalanan dan pembekuan aset terhadap rezim Khadafi.

“Kami memiliki satu negara yang terjatuh dalam perang sipil, dengan pembunuhan terhadap para demonstran dan pemerintah yang menciptakan perang di negaranya sendiri. Karena itu inilah waktunya bagi Kolonel Khadafi untuk pergi. Itu harapan terbaik untuk Libya,” kata Hague.

Menurut Hague, dia telah menandatangani pencabutan kekebalan diplomatik yang dimiliki Khadafi, putra-putranya, keluarganya, dan rumah tangganya, di Inggris. “Karena itu sudah sangat jelas di mana kami bersikap tentang statusnya sebagai kepala negara,” katanya.

Putra Khadafi, Seif al-Islam, memiliki kaitan erat dengan Inggris setelah lulus dari London School of Economics pada 2003 dan meraih gelar PhD lima tahun kemudian.

Sementara itu, proses evakuasi terus dilakukan oleh berbagai negara. China kemarin menyatakan telah mengevakuasi 29.000 warganegaranya dari Libya. “Sekitar 2.500 warga China telah kembali ke dalam negeri dan 23.000 lebih telah dikirim ke Yunani, Malta, Tunisia, Sudan, dan Uni Emirat Arab, tempat mereka menunggu penerbangan ke China,” papar kementerian luar negeri China.

Sebanyak 3.400 warga China telah meninggalkan Libya dengan kapal dan menuju ke beberapa negara sahabat. China mengerahkan evakuasi udara, laut, dan darat, untuk mengeluarkan lebih dari 30.000 warganya dari Libya. “Kekuatan nasional yang tumbuh di China mendukung operasi massif semacam itu di luar negeri,” tulis harian China Daily. (syarifudin)

Tunisia Tunjuk PM Baru

TUNIS (SINDO)- Perdana Menteri (PM) Tunisia Mohammed Ghannouchi yang mundur pada Minggu (27/2), digantikan oleh mantan menteri Beji Caid Essebsi. Pengunduran diri itu berlangsung setelah unjuk rasa anti pemerintah berakhir dengan bentrok yang menewaskan lima orang pada akhir pekan.

Ghannouchi menjelaskan, dia memutuskan mundur setelah enam pekan menjabat PM sementara hingga pemilu yang diperkirakan digelar pada pertengahan Juli. Dia menyatakan tidak lari dari tanggung jawab.

“Saya tidak siap menjadi seseorang yang mengambil berbagai keputusan yang akan berakhir dengan jatuhnya korban jiwa. Pengunduran diri ini baik bagi Tunisia dan revolusi serta masa depan Tunisia,” kata Ghannouchi, seperti dikutip kantor berita AFP.

Presiden Tunisia sementara Foued Mebazaa lantas memilih Caid Essebsi, 84, untuk menggantikan Ghannouchi, 69. Essebsi pernah menjabat beberapa posisi menteri di bawah pemerintahan pendahulu Ben Ali, Habib Bourguiba, yang memimpin kemerdekaan Tunisia dari Prancis. Essebsi pernah menjadi menteri pertahanan, menteri luar negeri, dan ketua parlemen.

“Saya mengusulkan Beji Caid Essebsi untuk posisi PM dan dia menerima tanggung jawab itu. Caid Essebsi dikenal untuk patriotismenya, keyakinannya dan pengorbanan dirinya bagi tanah air,” tuturnya.

Mebazaa berterima kasih pada Ghannouchi karena melayani Tunisia di saat sulit setelah Presiden Zine El Abidine Ben Ali melarikan diri ke Arab Saudi pada pertengahan Januari setelah 23 tahun berkuasa.

Aparat keamanan kembali bentrok dengan demonstran di Tunis yang mendesak pemecatan sejumlah menteri dalam pemerintahan sementara Ghannouchi, sebelum PM itu mengumumkan pengunduran dirinya.

“Aksi-aksi kekerasan dan penjarahan, kerusuhan dan pembakaran di jalan raya Habib Bourguiba di Tunis pada Sabtu (26/2) menewaskan lima orang,” ujar pernyataan Kementerian Dalam Negeri Tunisia. “Hilangnya nyawa manusia ini terjadi selama bentrok dengan aparat keamanan yang mencoba menghadapi pemuda bersenjata pisau dan batu yang berupaya menyerbu kantor pusat kementerian dalam negeri.”

Pemerintah menyatakan, 16 aparat keamanan terluka saat pelemparan batu dan benda-benda lain menghujani mereka. Investigasi sedang dilakukan untuk menyingkap penyebab korban tewas dan terluka. “Tindakan yang dilakukan para penghasut yang tidak ingin Tunisia stabil, sangat serius,” papar pernyataan kementerian dalam negeri.

Sementara di Oman, kantor berita Reuters melaporkan, demonstran anti pemerintah memblokir jalan-jalan menuju pelabuhan eksport dan pengilangan minyak utama, kemarin. Seorang dokter menjelaskan, korban tewas akibat bentrok di lokasi pengilangan minyak di negara Teluk Arab itu meningkat menjadi enam jiwa.

Ratusan demonstran tampak memblokade jalan masuk daerah industri di kota Sohar, pantai utara, termasuk jalan menuju sebuah pelabuhan dan pabrik aluminium serta pengilangan. “Kami ingin melihat keuntungan kekayaan minyak kami didistribusikan ke rakyat,” tegas seorang demonstran menggunakan pengeras suara di dekat pelabuhan.

Sedangkan dari Washington, Presiden AS Barack Obama memuji langkah pemerintah Bahrain merombak kabinet. Obama meminta Bahrain menghormati hak asasi manusia. (syarifudin)

Swiss Bekukan Aset Kadhafi

JENEWA (SINDO)- Swiss perintahkan pembekuan semua aset yang mungkin dimiliki pemimpin Libya Muammar Kadhafi dan orang-orang terdekatnya. Keputusan itu diambil untuk merespon tindakan brutal aparat keamanan Libya dalam meredam demonstrasi.

Langkah pemerintah Swiss ini mencerminkan upaya Barat merespon krisis yang terjadi di negara kaya minyak Afrika Utara tersebut. Sejumlah sanksi baru juga akan segera keluar untuk semakin menekan Kadhafi dan para pendukung setianya.

“Dewan Federal (pemerintah Swiss) mengecam kekerasan yang digunakan otoritas Libya untuk melawan rakyat dengan aksi terkuat. Melihat perkembangan itu, Dewan Federal memutuskan memblokir segera semua kemungkinan aset Muammar al-Gaddafi dan pendukung setianya di Swiss,” papar Kementerian Luar Negeri (kemlu) Swiss.

Pemerintah Swiss menyatakan ingin menghindari semua bentuk penyalahgunaan properti pemerintah Libya yang mungkin masih berada di Swiss. Sebelumnya, Swiss sudah berkonflik dengan keluarga Kadhafi sejak penahan singkat putra pemimpin Libya, Hannibal, di sebuah hotel Jenewa pada Juli 2008 atas tuduhan menyiksa dua pekerja rumah tangganya.

Konflik diplomatik itu membuat pemerintah Libya menerapkan sanksi ekonomi dengan menarik secara massal aset-aset Libya dari sistem keuangan dan sektor perbankan rahasia Swiss.

“Total hubungan perbankan Swiss dengan Libya bernilai 613 juta franc Swiss, dengan tambahan 205 juta franc dalam bentuk surat berharga atau operasi pegadaian,” papar bank sentral Swiss kemarin.

Jumlah tersebut lebih sedikit dibandingkan sebelum konflik terjadi, yang mencapai 5,7 milyar franc Swiss dan 812 juta franc pada 2007. Angka tersebut terkait dengan seluruh komitmen yang melibatkan aset-aset Libya, tidak termasuk dana keluarga Kadhafi yang mungkin diblokir.

Langkah ini diambil pemerintah Swiss untuk menyelaraskan dengan kecaman internasional terhadap rezim Kadhafi saat ini. Berdasarkan data International Federation for Human Rights (IFHR), sedikitnya 640 orang tewas selama revolusi di Libya.

Hingga kemarin, suasana Libya semakin mencekam. Pasukan yang setia pada Kadhafi bertempur melawan para pembelot di kota-kota bagian barat, dekat Tripoli. Sedangkan di wilayah timur, pembelot telah mendeklarasikan terbebas dari pemerintahan Kadhafi.

Di Az-Zawiyah, barat Tripoli, sedikitnya 23 orang tewas dan 44 orang terluka, saat pendukung rezim menyerbu demonstran di kota pengilangan minyak tersebut. “Korban terluka tidak dapat dibawa ke rumah sakit terdekat karena tembakan terdengar dari semua arah,” tulis harian Quryna yang berpusat di kota Benghazi, Libya bagian timur yang dikuasai oposisi.

Suara baku tembak juga terjadi di kota ketiga terbesar di Libya, Misrata, timur ibu kota Tripoli.

Di Zouara, wilayah barat dekat perbatasan Tunisia, pekerja asal Mesir yang melarikan diri menjelaskan, kota ini sudah dikontrol milisi sipil setelah baku tembak sengit pada Rabu malam (23/2).

“Kota kedua Libya, Benghazi, telah sepenuhnya jatuh ke tangan lawan-lawan Kadhafi,” papar seorang koresponden kantor berita AFP, kemarin. Tapi gegap gempita awal dengan kebebasan kota itu bisa berubah drastis jika pendukung setia rezim melakukan serangan balik.

Boneka Kadhafi tampak digantung di lampu-lampu jalanan kota timur tersebut dan anak-anak bermain di atas sebuah tank yang ditinggalkan tentara.

Kini musuh rezim membentuk sebuah kantor pusat revolusioner di luar gedung pengadilan Benghazi, tempat bermulanya unjuk rasa, untuk mengambil alih pemerintahan kota. Sedangkan milisi sipil dan tentara pembelot berpatroli di jalanan. Beberapa tentara menjual persenjataannya untuk penawar harga tertinggi, meski komandan mereka yang juga membelot ingin memasukkan anak buahnya menjadi pasukan pertahanan oposisi.

Pemberontak juga mengontrol seluruh ladang minyak di kota Ras Lanuf, Libya timur. “Hampir seluruh ladang minyak di Ras Lanuf kini dikuasai rakyat dan pemerintah tidak mengontrol daerah ini,” kata Abdessalam Najib, insinyur minyak di perusahaan Libya, Agico, dan anggota koalisi 17 Februari yang menjadikan Benghazi sebagai basis pemerintahan sementara.

Dalam pidato kedua dalam tiga hari terakhir pada Kamis (24/2), Kadhafi, 68, menuduh penduduk Az-Zawiyah bekerja sama dengan Al-Qaeda. “Sudah jelas sekarang bahwa masalah ini digerakkan Al-Qaeda,” ujarnya.

Sangat berbeda dengan pidato 75 menit yang dilakukannya di sebuah podium di luar rumahnya di Tripoli pada Selasa (22/2), pidato Kadhafi pada Kamis (24/2) dilakukan selama 20 menit dari lokasi yang dirahasiakan dan pemimpin Libya itu berbicara melalui telepon.

Keputusannya tidak muncul di layar televisi dalam pidato keduanya itu memunculkan pertanyaan tentang di mana sisa basis kekuasaannya saat ini setelah banyak pendukungnya membelot. Ditambah lagi, sepupu dan pembantu setianya, Kadhaf al-Dam, juga mundur dari semua fungsi resminya.

Di Tripoli, jalanan sunyi senyap dan pertokoan tutup pada hari libur Muslim, kemarin.

Program Pangan Dunia (WFP) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan, sistem distribusi pangan di Libya beresiko hancur. Negara produsen minyak yang sebagian besar tergantung pada import itu pun menghadapi krisis pangan.

Untuk menyikapi krisis di Libya, Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama berkonsultasi dengan para pemimpin Inggris, Prancis, dan Italia. Prancis dan Inggris mengusulkan agar Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi sanksi, termasuk embargo total persenjataan terhadap Libya.

“Dua negara juga mengusulkan membawa rezim Libya ke Pengadilan Kriminal Internasional untuk kejahatan terhadap kemanusiaa,” kata Menteri Luar Negeri (menlu) Prancis Michele Alliot-Marie.

Di Jenewa, Dewan HAM PBB menggelar sesi khusus untuk seruan mengeluarkan Libya karena melakukan pembunuhan massal, penahanan dan penyiksaan terhadap demonstran.

Kepala urusan luar negeri Uni Eropa Catherine Ashton menegaskan, inilah saatnya blok 27 negara itu mengadopsi tindakan tegas terhadap rezim Kadhafi, termasuk membekukan aset dan larangan perjalanan.

Uni Eropa mengusulkan tidak ada zona terbang di Libya, untuk mencegah rezim Kadhafi membombardir demonstran. Tapi ide ini harus disahkan melalui resolusi Dewan Keamanan PBB.

Berbagai negara terus melakukan evakuasi warganya. Puluhan ribu pekerja dari negara-negara Asia meninggalkan Libya. Diperkirakan, 100.000 pekerja dari Filipina dan Bangladesh masih terjebak di Libya selama lebih dari sepekan setelah kekerasan terjadi. Pemerintah mereka tidak dapat melakukan evakuasi secara cepat bagi mereka.

“Tidak aman untuk keluar. Kami tidak memiliki makanan dan uang. Kami semua kelaparan. Tidak seorang pun dapat membayangkan bagaimana bahayanya situasi sekarang,” ujar pekerja Bangladesh Kabir Hossain melalui telepon.

Pemerintah Filipina menegaskan akan melakukan semua cara untuk mengevakuasi 30.000 warganya. Pemerintah kemarin mengumumkan rencana untuk mengevakuasi 13.000 warga Filipina dengan perahu dan pesawat. Tapi mereka tidak dapat menjelaskan kapan evakuasi dilakukan.

Di Bangkok, kerabat 23.000 pekerja Thailand di Libya berusaha melobi pemerintah untuk membantu keluarga mereka. Pemerintah Thailand menyatakan mulai upaya evakuasi dengan sebuah kapal untuk mengumpulkan 2.000 orang di Tripoli, kemarin.

Pemerintah Libya kemarin memberi ijin pada India untuk mendaratkan pesawat evakuasi untuk membawa 18.000 warganya di sana. Dua pesawat Air India diijinkan mendarat di Libya pada hari ini. “Air India akan melakukan dua penerbangan per hari hingag 7 Maret,” kata Menlu India S.M. Krishna. (AFP/Rtr/syarifudin)

Tujuh Tewas di Hari Kemarahan Irak

BAGHDAD (SINDO)- Ribuan demonstran turun ke jalanan Irak, kemarin, untuk menggelar “Hari Kemarahan”. Massa membanjiri Lapangan Tahrir, Baghdad, dan kota-kota lain, hingga terjadi bentrok melawan polisi di Mosul dan Hawija hingga menewaskan tujuh pengunjuk rasa.

Pengunjuk rasa di ibu kota terpaksa berjalan kaki menuju lokasi demonstrasi karena pasukan keamanan melarang penggunaan kendaraan. Sehari sebelumnya, Perdana Menteri (PM) Irak Nuri al-Maliki menuduh demonstrasi ini digerakkan pejuang Al-Qaeda dan pendukung setia mantan Pemimpin Irak Saddam Hussein.

Tentara dan polisi dikerahkan di Lapangan Tahrir, tempat 5.000 demonstran berkumpul. Aparat keamanan juga memasang barikade dinding beton untuk menghalangi jalan masuk menuju jembatan Jumhuriyah, yang menghubungkan lokasi demonstrasi ke Zona Hijau yang dijaga ketat di Baghdad.

Namun dinding penghalang itu tidak menyurutkan demonstran untuk melewatinya. Beberapa orang berusaha melompatinya, tapi barikade polisi anti huru hara dalam beberapa baris sudah terbentuk di belakangnya untuk menghalangi aksi penerobos.

Meski sebagian besar demonstrasi berjalan damai, bentrok antara pengunjuk rasa adn aparat keamanan tetap tak terelakkan di kota Mosul dan Hawija hingga tujuh orang tewas dan puluhan orang lainnya terluka.

Seorang anggota parlemen Irak Sabah al-Saadi berupaya bertemu kelompok demonstran, tapi dia justru disambut dengan cercaan. Seorang pengunjuk rasa mempertanyakan, “Mengapa anggota parlemen mengambil uang jutaan dinar untuk gajinya? Anda telah memotong gaji Anda, kami tidak punya apa pun! Mengapa Anda mengambil uang sebanyak itu saat kami tidak punya uang?”

Unjuk rasa yang digelar di Irak kemarin, seperti di negara-negara lain, diserukan melalui grup-grup di jejaring sosial Facebook, seperti grup "Iraqi Revolution of Rage" dan "Change, Liberty and a Real Democracy."

Sebagian besar pengunjuk rasa di Lapangan Tahrir, yang memiliki nama seperti di pusat Kairo, merupakan pemuda yang beberapa orang mengenakan plakat bertulis, “Tidak diam, kita harus bicara”. “Kami tidak ingin mengubah pemerintah, karena kami telah memilih mereka, tapi kami ingin mereka bekerja!” ujar Darghan Adnan, 24, mahasiswa yang berada di Lapangan Tahrir. “Kami ingin mereka menegakkan keadilan, kami ingin mereka memperbaiki jalanan, kami ingin mereka memperbaiki aliran listrik, kami ingin mereka memperbaiki penyediaan air.”

Demonstran yang terus membludak di pinggiran sungai Tigris, terpaksa berjalan kaki karena aparat melarang kendaraan di Baghdad dan beberapa kota lain di Irak. “Kami berjalan kaki dari Sadr City (timur Bahgdad) selama dua jam, tapi saya memutuskan datang karena saya ingin pemerintah mengubah situasi,” kata Shashef Shenshun, 48, yang belum dapat pekerjaan. Dia menunjukkan dompetnya yang hanya berisi 2 dinar Irak atau kurang dari USD2. “Anda pikir saya dapat hidup dengan uang ini? saya pengangguran. Saya ingin bekerja, saya ingin anak saya bersekolah,” keluhnya.

Sementara di Bahrain, demonstran juga menggelar unjuk rasa untuk mengenang tujuh rekan mereka yang tewas saat polisi menyerbu Lapangan Mutiara (Pearl Square) dan mengusir demonstran dari tenda-tenda tempat bermalam. Saat ini unjuk rasa sudah memasuki hari ke-12.

Demonstran saat ini kembali menduduki lapangan tersebut. Sebagian pengunjuk rasa dari kalangan Syiah mendesak diakhirinya dinasti Sunni Al-Khalifa yang tela hberkuasa selama dua abad. “Tidak seorang pun takut dengan tank-tank dan persenjataan. Mereka (demonstran) akan membuka dada mereka untuk menghadapinya,” kata Ibrahim Ali, 42, seorang insinyur mesin yang ikut berunjuk rasa. Seperti demonstran lainnya, Ali sudah tinggal berhari-hari di lapangan Mutiara, sejak revolusi dimulai pada 14 Februari.

Sedangkan di Washington, Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama memuji langkah Presiden Aljazair Abdelaziz Bouteflika yang mencabut keadaan darurat yang telah berlaku selama 19 tahun. Obama menyebut keputusan itu isyarat positif pemerintah untuk merespon keinginan rakyat.

“Ini tanda positif bahwa pemerintah Aljazair mendengarkan masalah itu dan merespon permintaan rakyatnya, dan kami menunggu langkah-langkah lainnya oleh pemerintah sehingga rakyat Aljazair dapat sepenuhnya mendapatkan hak universal mereka, termasuk kebebasan berekspresi, berserikat, dan berkumpul,” papar Obama. (AFP/Rtr/syarifudin)

Libya Timur Lepas dari Kontrol Kadhafi

TOBRUK (SINDO)- Libya bagian timur mendukung revolusi sepenuhnya dan sebuah kota dekat Tripoli jatuh ke tangan milisi sipil, kemarin. Terlepasnya sejumlah wilayah itu dari kekuasaan Pemimpin Libya Moamer Kadhafi menunjukkan kian lemahnya rezim.

Beberapa wilayah lain tampaknya akan terus berada dalam kontrol oposisi dan tanpa ada hukum yang berlaku di sana. Gelombang unjuk rasa dan kekerasan yang terus terjadi di negara itu memaksa ratusan ribu ekspatriat hengkang dari Libya.

“Tidak ada tempat untuk kembali. Bahkan jika kita semua mati, paling tidak anak-anak tidak akan tinggal bersamanya,” tegas seorang penentang Kadhafi di Libya timur.

Saat jenderal senior dan pengikut Kadhafi sejak kudeta 1969 yang dilakukannya, beralih membelot menjadi pendukung revolusi, para penentangnya tampak menguasai pantai timur Libya, mulai dari perbatasan Mesir hingga kota Tobruk dan Benghazi, dua kota yang terkenal selama Perang Dunia II.

Sebuah kota di dekat Tripoli juga sudah tidak dalam kontrol rezim Kadhafi. Saat ini banyak para jenderal yang telah membelot menjadi penentang Kadhafi. “Para petugas polisi dan tentara telah desertir, membelot dari tugas di kota Zouara yang terletak 120 kilometer barat ibu kota Tripoli,” ujar saksi mata serta ribuan orang yang tiba di perbatasan Tunisia dan Libya, kemarin.

Menurut pekerja asal Mesir yang melarikan diri, Zouara telah dalam kontrol milisi sipil setelah pertempuran sengit pada Rabu malam (23/2). “Terdengar banyak tembakan antara pukul 7 dan 10 malam kemarin,” kata Mahmoud Mohammed Ahmed Attia. “Di sana tidak ada polisi atau tentara, warga sipil yang menguasai kota tersebut.”

Warga Mesir lainnya, Mahmoud Ahmeda, 23, menjelaskan, “Rakyat terpecah antara penentang dan pendukung Kadhafi, tapi ada lebih banyak penentangnya.”

Para penentang Khadafi lainnya menegaskan dalam rapat di kota Al-BAida, “Tujuan kita sekarang ialah Tripoli. Jika Tripoli tidak dapat membebaskan dirinya sendiri.”

Di wilayah timur Tripoli, suara letusan senjata api terdengar sepanjang malam. Kemarin pagi, jalanan di ibu kota tampak senyap, tanpa aktivitas manusia.

Namun untuk menunjukkan masih kuatnya pengaruh Khadafi, televisi pemerintah mengumumkan bahwa pemimpin Libya itu akan memberikan pidato lagi di kota Zawiyah yang terletak atnara Zouara dan Tripoli. Pidato itu akan dilakukan dua hari setelah dia muncul untuk mendorong para pendukungnya melenyapkan pemberontak dari rumah ke rumah dan dari inchi ke inchi.

Mantan Menteri Kehakiman Libya Mustapha Abdeljalil yang mundur karena jatuhnya korban jiwa, memprediksi bahwa Kadhafi akan mengikuti jejak Adolph Hitler dengan melakukan bunuh diri, daripada menyerahkan kekuasaan para kekuatan oposisi. “Dia akan seperti Hitler, dia akan bunuh diri,” ujar Abdeljalil, menyebut nama Pemimpin Jerman pada Perang Dunia II.

Sedangkan putra Moamer Kadhafi, Saadi Kadhafi, menyatakan bahwa ayahnya akan menjadi penasehat “big father” dalam rezim baru setelah “gempa bumi positif” yang mengguncang Libya. “Ayah saya akan tetap menjadi big father yang memberikan nasehat. Setelah gempa bumi positif ini, kita telah melakukan sesuatu untuk Libya. Kita telah membawa darah baru untuk memerintah negara kami,” papar Saadi melalui telepon dari Tripoli.

Putra ketiga dari tujuh putra Kadhafi itu menjelaskan, 85% Libya sangat tenang dan sangat aman. “Saat ini pukul 14.00 di Tripoli dan keadaan sangat tenang dan diam. 50 atau 60% rakyat bekerja secara normal,” katanya. “Ada orang yang memprotes pemerintahan ayah saya, itu normal. Setiap orang perlu bebas mengekspresikan opininya.”

Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama mengecam aksi brutal aparat Libya dalam meredam unjuk rasa. Ini merupakan komentar pertama Obama di televisi tentang krisis Libya. “Penderitaan dan pertumpahan darah ini sangat disesalkan dan ini tidak dapat diterima. Kekerasan ini harus dihentikan,” tegasnya.

“Selama beberapa hari terakhir tim keamanan nasional saya bekerja sepanjang waktu untuk memonitor situasi di sana dan berkoordinasi dengan mitra internasional kami tentang jalan keluarnya,” ujar Obama.

Obama menyatakan akan mengirimkan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton mengikuti pertemuan level menteri di Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Jenewa, pada Senin (28/2). “Seperti semua pemerintahan, Libya bertanggung jawab untuk mengatasi kekerasan, mengijinkan bantuan kemanusiaan mencapai pihak yang membutuhkan dan menghormati HAM rakyatnya,” katanya.

Uni Eropa (UE) mendesak angkatan laut membantu penyelamatan lebih dari 6.000 warga Eropa yang terjebak di Libya. Ribuan warga Eropa menyebut Libya telah menjadi neraka.
“Sekitar 5.000 hingag 6.000 warga Eropa masih terjebak di Libya, sebagian besar di Benghazi,” kata juru bicara Komisi Eropa Raphael Brigandi.

Blok 27 negara itu menyatakan kemungkinan melibatkan militer untuk membantu evakuasi. Sebuah kapal yang berkoordinasi dengan China, telah menetapkan 500 tempat yang bisa diakses warga Eropa di Libya untuk proses evakuasi.

Sementara itu, sebuah kapal perang Korea Selatan (Korsel) yang semula bertugas menumpas perompak Somalia, menuju Libya untuk membantu evakuasi. “Kapal itu akan tiba di perairan dekat Libya setelah pekan depan,” papar pemerintah Seoul.

Korsel juga menyewa sebuah pesawat Egyptian Air Airbus A330 untuk membawa 1.400 warga Korsel masih yang terjebak di Libya, menuju Kairo. Pesawat yang tiba di Tripoli itu dapat memuat 260 penumpang, sekali penerbangan.

Sedangkan China kemarin mengerahkan operasi udara, laut, dan darat untuk mengevakuasi lebih dari 33.000 warganya di Libya. Juru bicara Kementerian Luar Negeri (kemlu) China Ma Zhaoxu menjelaskan, sekitar 4.600 warga China telah dievakuasi dari Libya.

“Lebih dari 4.000 orang dievakuasi menuju pulau Crete, Yunani, dengan kapal, 400 orang lainnya dibawa ke Mesir melalui jalur darat, dan sisanya tiba di Beijing dengan sebuah pesawat Air China,” ungkap Ma.

China juga menyewa empat kapal untuk evakuasi melalui laut. Puluhan ribu warga China yang tinggal dan bekerja di Libya, bekerja di sektor minyak, perkeretaapian, dan telekomunikasi.

Sementara Turki telah mengevakuasi lebih dari 7.000 orang dari Libya sejak akhir pekan. Mereka ada yang warga Turki dan warganegara lain yang meminta bantuan. “Sebanyak 3.000 orang tiba di pelabuhan Marmaris, Mediterranea pada Kamis pagi (24/2) dengan dua kapal feri yang dikirim ke Libya untuk mengumpulkan warga Turki,” papar Kemlu Turki.

Di antara mereka ada juga warga Inggris, Kanada, Jerman, Suriah, dan Rusia. Ada sekitar 25.000 warag Turki yang bekerja di Libya, sebagian di perusahaan konstruksi Turki di negara kaya minyak tersebut.

Harga minyak mencapai angka tertinggi dalam lebih dari dua tahun terakhir, akibat kekacauan di Libya, produsen terbesar keempat di Afrika. Harga minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman April mencapai USD119,79 di London. (AFP/Rtr/syarifudin)

Kadhafi Kerahkan Pendukungnya Serang Demonstran

TRIPOLI (SINDO)- Pemimpin Libya Moamer Kadhafi terus mengerahkan pendukungnya untuk menghadapi demonstran anti pemerintah yang berupaya menggulingkan empat dekade pemerintahannya.

Kadhafi berpidato dengan penuh kemarahan di televisi nasional, kemarin. Dia tetap mengabaikan kecaman internasional tentang kebrutalan aparatnya dalam menghadapi para demonstran.

“Tangkap tikus-tikus itu. Keluar dari rumahmu dan serbu mereka di mana pun mereka berada,” ucap Kadhafi yang mengancam akan membersihkan musuh-musuhnya dari rumah ke rumah dari inchi ke inchi, sebelum dia secara dramatis menegaskan dirinya rela mati sebagai martir di Libya.

Kemarin, para pendukung Kadhafi tampak menggelar pawai di jalanan Tripoli, setelah pidato pemimpin Libya tersebut. Sebagian besar pertokoan di kota tersebut.

Sebuah spanduk besar bertuliskan “Kekuatan rakyat atau mati” dibentangkan di dekat Lapangan Hijau, yang menjadi basis pendukung Kadhafi sejak revolusi anti rezim bangkit pada 15 Februari. Para pendukung Kadhafi berkumpul menggunakan sejumlah minibus dan sebagian berada di atap-atap kendaraan.

Kadhafi tetap mempertahankan posisinya karena dia tidak ingin menjadi pemimpin Arab yang terguling melalui revolusi, seperti yang dialami pemimpin Mesir dan Tunisia dalam beberapa pekan terakhir.

Tapi cengkeraman kekuasaan Kadhafi mulai melemah, terungkap saat Menteri Luar Negeri (menlu) Italia Franco Frattini kemarin menyatakan, pemimpin Libya telah kehilangan kontrol di Provinsi Cyrenaica. “Cyrenaica tidak lagi di bawah kontrol pemerintah Libya dan di sana terjadi kekerasan di penjuru negeri,” ujarnya, menyerukan agar banjir darah ini segera diakhiri.

Selain itu, pada penentang rezim Kadhafi tampaknya dapat mengontrol wilayah pantai timur Libya, seiring membelotnya sejumlah tentara menjadi pendukung revolusi. Tim wartawan dari AFP yang berkeliling Libya melihat banyak pemberontak bersenjata di sepanjang jalan raya dekat Mediterranea dari perbatasan Mesir ke kota Tobruk.

“Milisi yang setia pada Kadhafi telah dieksekusi,” ujar warga setempat. “Gerakan anti-Kadhafi mengontrol wilayah dari perbatasan Mesir hingga Tobruk dan kota Benghazi hingga Ajdabiya, sepanjang pantai.”

Tentara di wilayah timur mendeklarasikan dukungan pada gerakan anti rezim. Tapi rezim menyatakan pemerintah masih mengontrol wilayah itu melalui SMS yang dikirim ke jaringan telepon seluler Libya. “Tuhan memberi kemenangan pada pemimpin dan rakyat kita,” tulis SMS yang dikirimkan pemerintah Libya.

Melemahnya dukungan terhadap Kadhafi juga tampak dari pengunduran diri Menteri Dalam Negeri Libya Abdel Fatah Yunes. Bahkan Yunes menyeru militer untuk mendukung gerakan pemberontakan untuk menggulingkan Kadhafi.

Sejumlah diplomat dan pejabat militer juga mundur dari posisinya dan mengumumkan dukungan untuk gerakan anti rezim. Salah satu yang mundur ialah Duta Besar Libya untuk Indonesia, Singapura, dan Brunei Salaheddin M. El Bishari.

“Ini merupakan keputusan pribadi saya. Saya khawatir dengan kondisi keluarga saya di Libya,” kata El Bishari. “Tentara membunuhi warga sipil tidak bersenjata tanpa kasihan. Menggunakan persenjataan berat, jet tempur, dan membunuhi rakyatnya sendiri. Ini tidak dapat diterima. Saya sudah cukup dengan ini. saya tidak dapat mentoleransi lagi.”

El Bishari menyatakan telah mengajukan surat pengunduran dirinya sebagai ketua Dewan Rakyat Libya di Indonesia. “Ini respon terhadap apa yang terjadi di negara saya,” paparnya.

Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Kusuma Habir membenarkan mundurnya Duta Besar (Dubes) Libya untuk Indonesia, Salaheddin El Bishari. “Hari ini kami (Kemlu) menerima surat dari beliau (El Bishari) yang menyatakan mundur,” kata Kusuma yang dihubungi Sindo tadi malam.

Selain itu, Kusuma juga menjelaskan kondisi Warga Negara Indoneis (WNI) di Libya. “Kami belum menerima kabar ada WNI yang terkena efek. Kami mengimbau warga kita di sana untuk menghindari tempat-tempat keramaian dan terus mengontak warga lain,” paparnya.

Untuk pertama kali, kemarin, Kementerian Dalam Negeri Libya mengeluarkan data korban tewas sejak kerusuhan pecah sepekan silam. Pemerintah Libya menyatakan, korban tewas mencapai 300 jiwa, termasuk 189 warga sipil dan 111 tentara. Sebagian besar korban jiwa berada di kota terbesar kedua, Benghazi, yang menjadi basis oposisi di wilayah timur Libya.

Sejumlah kelompok hak asasi manusia (HAM) menyatakan korban tewas dapat mencapai 400 orang. Surat kabar Times menyatakan, dari kondisi luka parah dan jasad korban tewas di sebuah rumah sakit Benghazi, tampak jelas aparat menggunakan senjata berat untuk menembaki demonstran.

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengecam kekerasan dan penggunakan militer untuk menghadapi warga sipil. PBB menyesalkan tewasnya ratusan warga sipil. Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menyerukan upaya internasional untuk memastikan transisi damai di Libya.

Sedangkan Dewan HAM PBB akan menggelar sesi khusus pada Jumat (25/2) untuk membahas krisis di Libya, setelah mendapat permintaan dari Uni Eropa (UE). “Serangan sistematis dan meluas terhadap populasi sipil mungkin termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan,” kata Komisioner Tinggi HAM PBB Navi Pillay.

Permintaan UE itu ditandatangani 47 negara anggota PBB dari semua kawasan di dunia, termasuk Otoritas Palestina. Pertemuan dan diskusi akan dimulai pada pukul 10.00 pagi waktu Jenewa pada Jumat (25/2).

Gejolak di Libya dan negara-negara Arab lainnya membuat harga minyak melambung tinggi. Selain itu, pemerintah di Asia, Eropa, dan Amerika Serikat (AS) mengerahkan pesawat dan kapal untuk mengangkut warganegaranya keluar dari Libya.

Negara-negara Asia kemarin mempersiapkan rencana evakuasi besar-besaran untuk lebih dari 100.000 migran yang terjebak di Libya. Banyak dari mereka bekerja di bidang konstruksi dengan gaji rendah.

Mayoritas ekspatriat itu merupakan pekerja kontrak, 60.000 dari Bangladesh, 30.000 dari Filipina, 23.000 dari Thailand, dan 18.000 dari India. Dari 18.000 warga India di Libya, sebanyak 3.000 orang dilaporkan berada di kota Benghazi dan bekerja di sejumlah perusahaan otomotif serta rumah sakit. “Sebuah kapal penumpang India yang dapat membawa 1.000 orang berada di Laut Merah dan siap dioperasikan,” papar Menteri Luar Negeri India Nirupama Rao.

Wakil Presiden Filipina Jejomar Binay terbang ke Timur Tengah untuk mengawasi rencana darurat untuk sembilan juta warganegara mereka yang menjadi pekerja migran. “Pemerintah akan membeli tiket pesawat untuk 30.000 warga kami di Libya yang ingin keluar dari negara itu,” paparnya.

China juga merencanakan evakuasi untuk 30.000 warganya yang bekerja di sektor minyak, perkeretaapian, dan telekomunikasi. “China akan mengirim sebuah pesawat, kapal, dan kapal nelayan ke Libya untuk membantu evakuasi warga,” papar pemerintah Beijing. “Pemerintah memutuskan segera mengerahkan pesawat sewaan, kapal kargo COSCO di perairan terdekat, dan kapal-kapal nelayan yang membawa bahan kebutuhan serta suplai medis.”

Sementara itu, pemerintah Vietnam terus mengawasi kondisi 10.000 warganya di Libya.
Sedangkan pemerintah Sri Lanka sudah menghubungi International Organisation on Migration (IOM) untuk membantu sedikitnya 1.200 warganegaranya.

“Kami tidak memiliki pesawat untuk membawa mereka pulang, jadi kami meminta IOM. Kami juga berbicara dengan para duta besar dari negara-negara sahabat untuk mendapat bantuan mereka,” kata deputi menteri luar negeri Sri Lanka Neomal Perera.

Uni Eropa telah siap mengevakuasi 10.000 warganya yang terjebak di Libya dalam beberapa jam dan hari ke depan, termasuk melalui laut. Semua negara anggota UE akan bekerja sama dengan Pusat Informasi dan Monitoring (MIC) untuk melakukan evakuasi skala besar.

Pemerintah Spanyol telah mengirim sebuah pesawat ke Libya untuk mengevakuasi warganya. “Sebuah pesawat tiba malam ini di Tripoli untuk membawa warganegara Spanyol,” papar pemerintah.

Sementara itu, Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad menyesalkan aksi represi aparat keamanan di Libya. “Tidak dapat dibayagnkan bahwa seseorang membunuh warganya, membombardir rakyatnya. Bagaimana para aparat diperintahkan menggunakan peluru tajam dari senjata mesin, tank-tank, dan senapan pada rakyat mereka sendiri,” katanya.

“Ini tidak dapat diterima. Biarkan rakyat bicara, secara bebas, memutuskan untuk mengekspresikan keinginannya. Jangan menghalangi kehendak rakyat. Para pemimpin di dunia harus mendengarkan dan berbicara dengan rakyatnya,” papar Ahmadinejad. (AFP/Rtr/syarifudin/anastasia ika)

Bentrok di Yaman, 2 Tewas

SANAA (SINDO)- Pendukung Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh yang bersenjata api, melepas tembakan ke arah demonstran anti pemerintah, kemarin, hingga menewaskan dua mahasiswa dan melukai 11 orang lainnya.

Kekerasan berdarah di Yaman menjadi gambaran masih memanasnya situasi di dunia Arab, termasuk Bahrain, Aljazair, Yordania, Irak, dan Lebanon. Dalam serangan di Yaman, ini merupakan korban tewas di ibu kota sejak demonstrasi menentang Saleh.

“Dua demonstran tewas dan 11 orang lainnya terluka saat pendukung rezim melepas tembakan ke depan kampus Sanaa University,” papar salah seorang saksi mata. Serangan tersebut diikuti bentrok di hari yang sama antara dua pihak.

Sebanyak 1.000 mahasiswa menghabiskan malam kedua di kamp di sebuah lapangan dekat Sanaa University. Lapangan itu disebut Al-Huriya (Kebebasan), di mana mereka menggelar sebuah tenda sangat besar.

Massa mencapai 4.000 orang pada siang hari kemarin dan mendesak Saleh untuk segera melepas jabatannya. Mereka bergerak dari lapangan tersebut menuju tempat berkumpulnya para pendukung Saleh. Kelompok pendukung Saleh itu kemudian menyerang massa anti rezim dengan pisau belati dan tongkat.

Sementara di Bahrain, demonstran bertekad tidak akan pergi dari Lapangan Mutiara (Pearl Square), pusat demonstrasi anti rezim, meski para aktivis oposisi Syiah dibebaskan. Massa terus mendesak raja untuk berunding.

Satu hari setelah massa menutup jalan-jalan utama di Manama, demonstran Syiah kembali memenuhi Lapangan Mutiara kemarin. Mereka meneriakkan, “Kami saudara, Sunni dan Syiah. Kami tidak akan meninggalkan negara ini.”

Raja Hamad bin Issa al-Khalifa kembali menyerukan oposisi untuk berdialog, saat 23 aktivis Syiah dibebaskan dari penjara setelah mendapat pengampunan kerajaan. “Kini semua orang dengan opini yang telah disuarakan, kami seru siapa pun bahwa lapangan bukan tempat yang tepat untuk dialog nasional,” ungkap Raja Hamad, seperti dikutip kantor berita BNA.

Sementara di Yordania, oposisi menegaskan rencananya menggelar demonstrasi satu “hari kemarahan” bersama sejumlah partai politik pada Jumat (25/2) untuk menuntut reformasi. Unjuk rasa itu diharapkan akan menjadi protes terbesar sejak Januari.

“Sekitar 10.000 anggota gerakan Islam serta pendukung 19 partai politik akan ambil bagian dalam pawai menyerukan reformasi,” tegas Zaki Bani Rsheid dari komite eksekutif Front Aksi Islam (IAF). “Demonstrasi juga akan digelar di wilayah-wilayah lain. Kami telah memberi waktu pada pemerintah untuk menerjemahkan rencana reformasi ini menjadi aksi, tapi kami merasa kurang ada langkah praktis.”

IAF semula membatasi partisipasinya dalam protes beberapa pekan terakhir, setelah memulai dialog dengan pemerintah dan mengikuti janji-janji Raja Abdullah II. “Selain janji-janji, kami tidak diminta menjadi bagian dialog tentang amandemen undang-undang pemilu yang menjadi landasan reformasi,” tegasnya.

Sementara di Irak, sekitar 4.000 demonstran memenuhi sebuah lapangan di kota Sulaimaniyah. Ini merupakan unjuk rasa terbaru menentang dua partai utama di wilayah Kurdi. Pemerintah berupaya meredam gejolak unjuk rasa dengan memotong gaji menteri dan anggota parlemen, menaikkan dana untuk membeli makanan bagi yang membutuhkan, dan menunda penerapan tarif import baru yang akan menaikkan harga pangan.

Tapi unjuk rasa tetap terjadi dan tiga demonstran tewas serta lebih dari 100 orang terluka sejak Kamis (17/2) di Sulaimaniyah, kota terbesar kedua di wilayah otonom Kurdistan, Irak. Unjuk rasa ini fokus mengecam korupsi dan dominasi dua partai besar.

Sedangkan kemarin, Raja Abdullah kembali ke Arab Saudi setelah dirawat di Morokko pasca operasi di Amerika Serikat (AS). Jalanan dan gedung-gedung di ibu kota Riyadh didekorasi dengan bendera nasional dan spanduk-spanduk selamat datang untuk menyambut raja berusia 86 tahun tersebut.

Halaman depan semua surat kabar Saudi, kemarin, ditulis untuk menyambut kembalinya Raja Abdullah dan mengaitkannya dengan kerusuhan yang sedang melanda dunia Arab. “Raja kini menjadi pilar satu-satunya stabilitas di kawasan saat ini. Dia menjamin perkembangan yang tertib di dunia Arab secara keseluruhan,” tulis harian berbahasa Inggris, Arab News.

Di Aljazair, kabinet pemerintahan mencabut keadaan darurat setelah muncul demonstrasi besar-besaran. Kabinet telah mengadopsi draf untuk mencabut keadaan darurat yang diadopsi pemeritnah saat gerakan gerilya muncul setelah pembatalan hasil pemilu lokal pada 1991. (AFP/Rtr/syarifudin)

Kadhafi Tetap di Libya, Rezim Menyangkal Membantai Demonstran

Kadhafi Tetap di Libya
Rezim Menyangkal Membantai Demonstran

TRIPOLI (SINDO)- Pemimpin Libya Moamer Kadhafi kemarin malam muncul di televisi untuk menepis rumor bahwa dia meninggalkan negaranya akibat gelombang unjuk rasa.

Kadhafi, 68, tetap mempertahankan empat dekade pemerintahannya, meski terjadi pembelotan di kalangan militer dan diplomat. Rezim di Afrika Utara itu pun menyangkal tuduhan membantai demonstran, meski sejumlah laporan menyatakan korban tewas berkisar 300 dan 400 orang.

“Saya segera bertemu dengan pemuda di Green Square (Lapangan Hijau) di pusat kota Tripoli,” ujar Kadhafi dalam tayangan langsung di televisi dari luar rumahnya, selama 22 detik.

Saat berbicara, Kadhafi berdiri di bawah payung berwarna perak, sambil melangkah menuju sebuah mobil. “Ini hanya untuk membuktikan bahwa saya di Tripoli dan tidak di Venezuela dan untuk menyangkal berbagai laporan televisi, anjing-anjing itu,” tegasnya.

Pemerintah Libya hingga kini tidak pernah mengonfirmasi jumlah korban tewas atau terluka selama kerusuhan. Human Rights Watch (HRW) menyatakan 233 orang tewas dalam unjuk rasa. Sedangkan International Federation for Human Rights (IFHR) menyatakan korban tewas antara 300 dan 400 jiwa.

Muncul laporan dari para saksi mata bahwa angkatan udara (AU) menembaki demonstran. Tapi jaringan televisi pemerintah Libya, Al-Jamahiriya Two, menyangkal semua tuduhan tersebut. “Mereka mengatakan terjadi pembantaian di beberapa kota di Libya. Kita harus melawan semua rumor dan kebohongan yang menjadi bagian dari perang psikologis,” tulis teks berwarna merah di bawah layar televisi. “Informasi ini bertujuan merusak moral kalian, stabilitas kalian dan kekayaan kalian.”

Meski Kadhafi tetap bertahan, muncul sejumlah pembelotan dari para pendukungnya, termasuk pilot-pilot jet tempur yang terbang ke Malta dan mengaku menolak mengikuti perintah untuk menembaki demonstran.

Libya yang terletak di antara Mesir dan Tunisia, tampaknya turut terkena dampak revolusi yang berhasil menggulingkan dua pemimpin negara tetangganya. Pemerintah Libya tampak sangat khawatir jika gelombang revolusi itu berhasil menjatuhkan Kadhafi.

Kerusuhan di Libya kini meluas hingga ibu kota sejak pekan ini, setelah pekan lalu muncul di wilayah timur. Demonstran hingga saat ini telah menyerang sejumlah kantor politik, kantor-kantor penyiaran pemerintah, dan membakar gedung-gedung pemerintahan.

Penduduk di dua distrik di Tripoli menyatakan melalui telepon, telah terjadi pembantaian saat pria bersenjata menembak secara brutal di distrik Tajura. Saksi mata lain di Fashlum mengatakan, beberapa helikopter menurunkan tentara bayaran keturunan Afrika yang menembak siapa pun di jalanan dan menewaskan banyak orang.

Seorang ekspatriat Amerika Latin yang tinggal di Gargaresh, Tripoli, melaporkan massa membakar ban dan sebuah truk dan mobil. “Kami melintasi satu barikade pria bersenjata Kalashnikovs. Saya sangat takut, mereka telah menahan pasangan Afrika,” katanya.

Para ekspatriat kini bersembunyi bersama keluarga mereka, menunggu evakuasi keluar dari Libya. “Foto-foto Kadhafi dirusak di Gargaresh, yang sebelumnya penuh dengan para pendukungnya,” kata ekspatriat itu.

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) segera menggelar pertemuan pada Selasa (22/2) untuk membahas kebrutalan rezim Libya dalam meredam unjuk rasa. Pertemuan darurat itu digelar setelah muncul laporan pengerahan pesawat tempur dan helikopter untuk menyerang warga sipil.

Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menyatakan, dia telah berbicara 40 menit dengan Kadhafi agar pemimpin Libya itu menahan diri dalam menghadapi demonstran. “Saya tegaskan padanya bahwa HAM dan kebebasan berkumpul serta berbicara harus dilindungi sepenuhnya,” ujarnya. “Saya tekankan padanya untuk menghentikan kekerasan terhadap demonstran dan saya garisbawahi pentingnya menghormati hak asasi pada demonstran.”

Pertemuan itu diminta digelar oleh deputi Dubes Libya di PBB Ibrahim Dabbashi serta beberapa diplomat senior yang membelot dari Kadhafi.

Komisi HAM PBB Navi Pillay juga memperingatkan, serangan sistemik dan luas terhadap populasi sipil bisa dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. “Serangan terhadap warga sipil, jika benar, akan menjadi pelanggaran serius hukum kemanusiaan internasional dan akan dikecam sekretaris jenderal dengan keras,” juru bicara komisi HAM PBB Martin Nesirky.

Berbagai negara kini sibuk mengevakuasi warganya. Sebanyak 10.000 warga Mesir kini sedang menunggu untuk melintasi perbatasan dari Libya. Dua pesawat militer Mesir sudah tiba di Tripoli, kemarin, untuk membantu mengevakuasi warganegaranya. “Militer sudah emngirim unit tambahan untuk memastikan keamanan di sepanjang perbatasan utara dengan Libya, di pintu perbatasan Soloum, dan mengijinkan warga Mesir meninggalkan Libya dengan aman,” papar sumber keamanan Mesir.

Pemerintah China juga menyiapkan evakuasi warganya. “Lebih dari 1.000 pekerja konstruksi China berada di Libya dan terpaksa melarikan diri setelah perampok bersenjata menyerbu kompleks mereka, mencuri komputer dan barang-barang lain,” ungkap media di Beijing.

Sebuah pesawat militer Portugal mengevakuasi 114 warganya pada tengah malam, dari Libya menuju sebuah pangkalan NATO di Italia.

Sedangkan Yunani kemarin mempersiapkan mengevakuasi warganya dari Libya. “Yunani meminta ijin untuk masuk bandara di Benghazi, Tripoli, Sebha dan Sirte, serta mengevakuasi warga Yunani di sana,” papar deputi menlu Yunani Dimitris Dollis.

Menteri Luar Negeri Bangladesh Mijarul Quayes kemarin menyatakan, Duta Besar (dubes) Libya di Dhaka telah mundur. “Kami menerima kabar dari Kedutaan Besar (kedubes) Libya bahwa Dubes Ahmed A.H. Elimam telah mengundurkan diri,” ujarnya.

Elimam tidak merespon telepon dari AFP, kemarin. Sedangkan staf Kedubes Libya di Bangladesh menyatakan tidak tahu di mana dia berada.

Pemerintah Bangladesh sangat khawatir dengan keamanan 50.000 warganya yang bekerja di Libya. Media Bangladesh melaporkan, sebanyak 100 warganegaranya disandera, kemungkinan oleh demonstran anti pemerintah Libya di kota Darnah, timur Benghazi sejak Jumat (18/2).

“Sebanyak 30 hingga 40 pria bersenajta menyandera 300 pekerja konstruksi asing yang bekerja untuk perusahaan Korea Selatan. Penyanderaan dilakukan di masjid, 20 kilometer dari tempat mereka ditangkap,” papar Shafiuddin Bishwas, seorang sandera.

Sementara itu Dubes Libya untuk Amerika Serikat (AS) Ali Aujali juga menyatakan dia tidak lagi mewakili rezim diktator negaranya dan mendesak Kadhafi mundur. “Saya mundur dari melayani rezim kediktatoran saat ini. Tapi saya tidak akan pernah mundur dari melayani rakyat kami hingga suara mereka mencapai penjuru dunia, hingga tujuan mereka tercapai,” tegasnya. “Saya serukan padanya untuk pergi dan meninggalkan rakyat kami sendiri.”

Perdana Menteri (PM) Turki Recep Tayyip Erdogan kemarin memperingatkan pemerintah Libya agar tidak membuat kesalahan dengan mengabaikan permintaan rakyat untuk demokrasi dan kebebasan.

“Satu hal yang tidak boleh salah ialah memejamkan mata terhadap desakan rakyat untuk demokrasi dan kebebasan. Pemerintah Libya tidak perlu melakukan kesalahan itu,” tegas Erdogan dalam pidato di parlemen. “Intervensi kejam terhadap pihak yang menyuarakan demokrasi akan meningkatkan lingkaran kekerasan. Menyebarnya kekerasan ke penjuru Libya sangat berbahaya.”

Organisasi Konferensi Islam (OKI) kemarin juga mengecam penggunaan kekuatan berlebihan oleh otoritas Libya dalam menghadapi pengunjuk rasa. “Sekretaris Jenderal OKI Ekmeleddin Ihsanoglu menyatakan kecaman keras atas penggunaan kekuatan berlebih terhadap warga sipil di Libya,” papar pernyataan yang dikeluarkan organisasi Islam terbesar di dunia tersebut. “OKI mengecam bencana kemanusiaan yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan kemanusiaan.”

Kerusuhan di Libya yang merupakan produsen minyak terbesar keempat di Afrika, membuat harga minyak melambung tinggi. Pada perdagangan pagi, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman April melonjak hingga USD108,57 per barrel, mencapai level tertinggi sejak September 2008. (AFP/Rtr/syarifudin)

Demonstran Tetap Tuntut Rezim Turun

MANAMA (SINDO)- Ribuan warga Bahrain kemarin turun ke jalan untuk mengikuti pemakaman seorang demonstran yang tewas. Bersamaan dengan itu, Raja Hamad memerintahkan pembebasan para tahanan politik, sebagai tawaran baru untuk mengakhiri kebuntuan mengadapi pengunjuk rasa anti pemerintah.

Selama prosesi pemakaman, mereka meneriakkan slogan-slogan anti-rezim di jalanan Manama. Sedangkan demonstran di Lapangan Pearl terus bertahan untuk menggulingkan rezim, meski salah satu permintaan mereka berupa pembebasan para tahanan politik, telah terpenuhi.

Teriakan “Duduki, duduki, hingga rezim jatuh,” terus bergema di penjuru Lapangan Pearl, yang menjadi pusat protes anti rezim sejak 14 Februari. Lapangan itu pun berubah menjadi sebuah kota tenda.

Kubu oposisi Syiah juga menyerukan demonstrasi pada Selasa siang (22/2) di Manama. Ini merupakan pertama kali seruan resmi dari partai politik, sejak protes dimulai pekan lalu sebagai respon dari seruan para aktivis cyber.

“Demonstrasi Selasa (22/2) kami sebut ‘pawai kesetiaan untuk para martir’. Kami perkirakan ini menjadi gerakan terbesar untuk oposisi,” tegas Ibrahim al-Sharif, sekuler Sunni yang memimpin aktivis oposisi.

Protes digelar sehari setelah Raja Hamad bin Isaa al-Khalifa menjawab permintaan penting dari oposisi dengan memerintahkan pembebasan para tahanan politik serta menghentikan proses pengadilan terhadap yang lainnya.

Kubu oposisi Syiah, Islamic National Accord Association (INAA), yang memiliki 18 kursi di parlemen dengan 40 anggota, mendesak pembebasan para tahanan politik sebelum mempertimbangkan seruan untuk dialog. INAA mundur dari parlemen pekan lalu, untuk memprotes tindakan brutal aparat keamanan yang menembakkan senjata tajam pada demonstran hingga tujuh orang tewas dan banyak yang luka-luka.

Demonstran yang dikubur kemarin ialah Redha Mohammed, yang tewas akibat lukanya pada Senin (21/2) akibat ditembak polisi tiga hari sebelumnya.

Unjuk rasa kembali terjadi kemarin, setelah kelompok Sunni pro-pemerintah mengerahkan ribuan orang di sebuah masjid di manama pada Senin malam (21/2) untuk menyatakan kesetiaan pada keluarga kerajaan al-Khalifa. Mereka juga menyeru demonstran anti rezim untuk menjawab undangan Putra Mahkota Salman bin Hamad agar melakukan dialog.

Sementara di Yaman, pendukung Presiden Ali Abdullah Saleh yang bersenjata pisau dan tongkat, bentrok melawan mahasiswa di ibu kota Sanaa, kemarin. Sedikitnya lima orang terluka sebelum polisi akhirnya intervensi.

Sekitar 1.000 mahasiswa menginap di malam kedua di sebuah lapangan yang disebutnya Lapangan Al-Huriya (Kebebasan), dekat Universitas Sanaa. Mereka tetap pada tuntutan agar Saleh yang sudah berkuasa 32 tahun untuk segera mundur.

Jumlah demonstran itu bertambah menjadi 4.000 orang dan saat kelompok itu bergerak mendekati lokasi pendukung Saleh, terjadi penyerangan. “Lima mahasiswa terluka sebelum polisi membubarkan massa,” papar seorang wartawan dan saksi mata.

Ribuan demonstran juga turun di kota Aden untuk mendesak Saleh melepas jabatan. “Pasukan keamanan sempat melepas tembakan peringatan untuk membubarkan massa di Sheikh Osman, Al-Tawahi dan Mualla, tapi tak ada laporan jumlah korban,” kata saksi mata.

Sementara itu, Presiden Sudan Omar al-Bashir menegaskan tidak akan mencalonkan lagi pada pemilu mendatang. Bashir menyatakan, sikap ini bukan akibat tekanan dari gelombang protes yang mengguncang dunia Arab.

“Saya dapat mengonfirmasi, 100%, bahwa Bashir tidak akan maju untuk presiden pada pemilu nanti. Dia akan benar-benar memberi peluang pada tokoh lain untuk berkompetisi memperebutkan posisi itu,” tutur pejabat Partai Kongres Nasional yang berkuasa, Rabie Abdul Ati.

Sedangkan di Irak, pemerintah mengusulkan undang-undang baru yang akan memotong gaji politisi dan pejabat tinggi. Langkah ini ditempuh beberapa hari setelah anggota parlemen mengesahkan pemotongan gaji untuk meredam unjuk rasa.

Langkah pemerintah Irak itu diharapkan dapat menjawab tuntutan pengunjuk rasa di penjuru kota, baik itu oleh Sunni, Syiah, atau Kurdi. Demonstran mengecam korupsi, buruknya pelayanan publik, dan tingginya jumlah pengangguran.

“Kabinet telah memutuskan mengesahkan draf undang-undang tentang gaji dan alokasinya. Ini sudah dikirimkan ke parlemen,” papar juru biacra pemerintah Irak Ali al-Dabbagh.

Sementara di Morokko, lima jasad ditemukan di sebuah bank yang dibakar dalam kerusuhan yang pecah pada akhir pekan silam. Saat itu ribuan orang berdemonstrasi di beberapa kota untuk menuntut perubahan.

“Sebanyak 128 orang, termasuk 115 pasukan keamanan, terluka dalam kekerasan setelah demonstrasi damai pada Minggu (20/2) untuk menuntut reformasi politik,” papar Menteri Dalam Negeri Morokko Taib Cherkaoui.

Menurut Cherkaoui, sebanyak 120 orang ditahan setelah kerusuhan di enam kota. Tapi sebagian kecil dari mereka sudah dibebaskan. (AFP/Rtr/syarifudin)

Mesir Ingin Negara Asing Bekukan Aset Mubarak

KAIRO (SINDO)- Jaksa Agung Mesir Abdel Magid Mahmud mengupayakan pembekuan aset-aset Hosni Mubarak dan keluarganya di luar negeri, kemarin, 10 hari setelah presiden itu mundur karena revolusi.

Mahmud meminta Menteri Luar Negeri (menlu) Mesir Ahmed Abul Gheit menghubungi negara-negara lain agar bersedia membekukan aset-aset milik Mubarak, istrinya Suzanne, dua putranya Alaa dan Gamal, serta istri-istri mereka Heidi Rasekh dan Khadiga al-Gammal.

“Kantor kejaksaan telah menerima beberapa komplain terkait kekayaan sang mantan presiden di luar negeri yang perlu diinvestigasi,” ungkap sumber di kehakiman.

Mubarak diketahui menumpuk kekayaan selama tiga dekade berkuasa, meski seorang penasehat hukum yang dikutip kantor berita MENA pada Minggu (20/2) menyatakan kabar kekayaan Mubarak sebesar miliaran dolar itu hanya rumor tidak berdasar fakta.

Sedangkan pemerintah Swiss yang membekukan aset-aset Mubarak dalam beberapa jam setelah pengunduran dirinya pada 11 Februari, menyatakan bahwa mantan presiden itu memiliki puluhan juta franc di berbagai institusi keuangan Swiss. Satu franc Swiss bernilai sekitar USD1 atau 77 euro sen.

“Kami belum tahu apakah dana tersebut legal atau tidak. Jika mereka memilikinya secara ilegal, badan yudisial yang berwenang akan memutuskan siapa pihak-pihak yang terlibat,” papar juru bicara Kementerian Luar Negeri (kemlu) Swiss.

Pemerintah Swiss telah membekukan aset 12 orang tersebut, termasuk anggota keluarga Mubarak terdekat, serta empat menteri dalam pemerintahannya.

Nasib aset-aset Mubarak di Uni Eropa (UE) diputuskan pada Selasa (22/2) saat kepala kebijakan luar negeri UE Catherine Ashton mengunjungi Kairo, setelah para duta besar dari 27 negara anggota UE bertemu di Brussels pada Jumat (18/2), dan secara prinsip sepakat membekukan aset-aset orang-orang terdekat Mubarak.

Mubarak, 82, yang pergi ke di vila yang dijaga ketat di kota resort Sharm el-Sheikh, Laut Merah, tepat saat dia mengundurkan diri. Sejak saat itu dia tidak muncul ke publik, meski muncul berbagai dugaan tentang kondisi kesehatannya.

Dalam pernyataan yang dikutip MENA, penasehat hukum Mubarak menyangkal berbagai informasi yang salah tentang kekayaan Mubarak, baik di dalam atau pun luar negeri. “Spekulasi semacam itu berarti merusak reputasinya, kejujurannya, dan sejarah terhormat Mubarak dalam melayani tanah kelahirannya selama 62 tahun,” ujarnya.

Unjuk rasa yang muncul pada 25 Januari, mengakhiri kekuasaan Mubarak hanya dalam waktu kurang dari tiga pekan dan menciptakan gelombang kejutan melintasi perbatasan dunia Arab.

Sebanyak 365 orang tewas dan 5.500 orang terluka selama 18 hari unjuk rasa yang berakhir dengan jatuhnya Mubarak, digantikan pemerintahan militer yang dipimpin Menteri Pertahanan Mesir Hussein Tantawi.

Sementara itu, wakil menlu AS untuk urusan politik William Burns kemarin tiba Kairo untuk mengamati langsung situasi di Mesir 10 hari setelah kejatuhan Mubarak. Selain bertemu pemimpin pemerintahan sementara Mesir, diplomat veteran yang mahir berbahasa Arab itu hendak bertemu perwakilan berbagai civil society. (AFP/Rtr/syarifudin)

Presiden Yaman Menolak Mundur

SANAA (SINDO)- Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh yang berkuasa sejak 1978 kemarin menegaskan, hanya kekalahan di kotak suara pemilu yang akan membuatnya mundur. Sikap itu diungkapkannya meski beberapa anggota parlemen sudah bergabung dengan ribuan demonstran di Sanaa untuk menuntutnya melepas jabatan.

“Jika mereka ingin saya mundur, saya hanya akan melepas jabatan melalui kotak suara (pemilu),” tegas Saleh. “Oposisi menaikkan level permintaan mereka, beberapa desakan itu tidak dapat dipenuhi.”

Anggota parlemen dari kubu oposisi bertekad turun ke jalan, dalam pernyataan yang dikeluarkan pada Minggu (20/2). Mereka bergabung dengan mahasiswa yang telah berunjuk rasa selama sembilan hari terakhir.

Aparat keamanan mengeliling demonstran saat berkumpul di sebuah lapangan sambil membawa spanduk berbunyi “Rakyat ingin perubahan,” “Rakyat ingin menjatuhkan rezim” dan “Pergi”.

Forum Bersama, aliansi kubu oposisi di parlemen, mendesak semua partai untuk bergabung dengan demonstran. “Pengunjuk rasa melawan opresi, tirani, dan korupsi,” papar pernyataan mereka.

“Polisi Yaman menembak mati seorang demonstran di Aden, hingga total korban tewas mencapai 12 orang sejak 16 Februari,” papar saksi mata.

Berbagai negara lain juga masih menghadapi ketegangan politik. Tokoh oposisi Bahrain Hassan Mashaima mengaku akan kembali ke Manama hari ini, saat demonstran terus menggalang massa puluhan ribu orang di Lapangan Pearl.

“Saya sudah memutuskan kembali ke negara saya,” tegas Mashaima yang melarikan diri ke London karena menghadapi tuduhan kasus terorisme di negara kelahirannya, Bahrain.

Melalui telepon dari London, Inggris, Mashaima menyatakan akan mendarat di Manama pada Selasa (22/2) dan tidak ada jaminan bahwa dia tidak akan ditahan di terminal kedatangan. “Tapi dalam kondisi saat ini, saya tidak dapat terus berada di luar negara saya,” katanya. Mashaima merupakan pemimpin gerakan oposisi Haq, atau Gerakan Pembebasan dan Demokrasi.

Sedangkan di Irak, seorang demonstran remaja tewas saat berunjuk rasa di wilayah otonomi Kurdistan. Remaja bernama Serkho Mohammed, 17, merupakan korban tewas ketiga selama protes di Kurdistan untuk mengecam korupsi. Selain korban tewas, 48 orang lainnya terluka, termasuk delapan orang yang diterjang peluru aparat.

Pemerintah Irak berusaha meredam unjuk rasa yang menyebar ke kota-kota lain dalam beberapa pekan terakhir. Pemerintah memotong gaji para politisi, menunda rencana kenaikan tarif import dan menaikkan dana untuk program penyediaan pangan bagi enam juta keluarga.

Sementara di Kuwait, Human Rights Watch (HRW) mendesak agar pemerintah membebaskan puluhan keturunan Arab yang tidak memiliki kewarganegaraan atau disebut badui. Mereka ditahan saat unjuk rasa menuntut perbaikan hak dasar dan kewarganegaraan.

Menurut HRW, negara kayat minyak itu harus membebaskan para tahanan. Sejumlah demonstran juga terluka saat polisi anti huru hara menggunakan gas air mata ke arah pengunjuk rasa.

Sedangkan di kota-kota Morokko, ribuan orang turun ke jalan untuk menuntut reformasi politik dan pembatasan kekuasaan Raja Mohammed VI. Sekitar 4.000 orang turun ke jalanan ibu kota Rabat, sambil meneriakkan, “Rakyat ingin perubahan, lawan korupsi, terapkan konstitusi demokratis.” (AFP/Rtr/syarifudin)