TUNIS (SINDO)- Perdana Menteri (PM) Tunisia Mohammed Ghannouchi yang mundur pada Minggu (27/2), digantikan oleh mantan menteri Beji Caid Essebsi. Pengunduran diri itu berlangsung setelah unjuk rasa anti pemerintah berakhir dengan bentrok yang menewaskan lima orang pada akhir pekan.
Ghannouchi menjelaskan, dia memutuskan mundur setelah enam pekan menjabat PM sementara hingga pemilu yang diperkirakan digelar pada pertengahan Juli. Dia menyatakan tidak lari dari tanggung jawab.
“Saya tidak siap menjadi seseorang yang mengambil berbagai keputusan yang akan berakhir dengan jatuhnya korban jiwa. Pengunduran diri ini baik bagi Tunisia dan revolusi serta masa depan Tunisia,” kata Ghannouchi, seperti dikutip kantor berita AFP.
Presiden Tunisia sementara Foued Mebazaa lantas memilih Caid Essebsi, 84, untuk menggantikan Ghannouchi, 69. Essebsi pernah menjabat beberapa posisi menteri di bawah pemerintahan pendahulu Ben Ali, Habib Bourguiba, yang memimpin kemerdekaan Tunisia dari Prancis. Essebsi pernah menjadi menteri pertahanan, menteri luar negeri, dan ketua parlemen.
“Saya mengusulkan Beji Caid Essebsi untuk posisi PM dan dia menerima tanggung jawab itu. Caid Essebsi dikenal untuk patriotismenya, keyakinannya dan pengorbanan dirinya bagi tanah air,” tuturnya.
Mebazaa berterima kasih pada Ghannouchi karena melayani Tunisia di saat sulit setelah Presiden Zine El Abidine Ben Ali melarikan diri ke Arab Saudi pada pertengahan Januari setelah 23 tahun berkuasa.
Aparat keamanan kembali bentrok dengan demonstran di Tunis yang mendesak pemecatan sejumlah menteri dalam pemerintahan sementara Ghannouchi, sebelum PM itu mengumumkan pengunduran dirinya.
“Aksi-aksi kekerasan dan penjarahan, kerusuhan dan pembakaran di jalan raya Habib Bourguiba di Tunis pada Sabtu (26/2) menewaskan lima orang,” ujar pernyataan Kementerian Dalam Negeri Tunisia. “Hilangnya nyawa manusia ini terjadi selama bentrok dengan aparat keamanan yang mencoba menghadapi pemuda bersenjata pisau dan batu yang berupaya menyerbu kantor pusat kementerian dalam negeri.”
Pemerintah menyatakan, 16 aparat keamanan terluka saat pelemparan batu dan benda-benda lain menghujani mereka. Investigasi sedang dilakukan untuk menyingkap penyebab korban tewas dan terluka. “Tindakan yang dilakukan para penghasut yang tidak ingin Tunisia stabil, sangat serius,” papar pernyataan kementerian dalam negeri.
Sementara di Oman, kantor berita Reuters melaporkan, demonstran anti pemerintah memblokir jalan-jalan menuju pelabuhan eksport dan pengilangan minyak utama, kemarin. Seorang dokter menjelaskan, korban tewas akibat bentrok di lokasi pengilangan minyak di negara Teluk Arab itu meningkat menjadi enam jiwa.
Ratusan demonstran tampak memblokade jalan masuk daerah industri di kota Sohar, pantai utara, termasuk jalan menuju sebuah pelabuhan dan pabrik aluminium serta pengilangan. “Kami ingin melihat keuntungan kekayaan minyak kami didistribusikan ke rakyat,” tegas seorang demonstran menggunakan pengeras suara di dekat pelabuhan.
Sedangkan dari Washington, Presiden AS Barack Obama memuji langkah pemerintah Bahrain merombak kabinet. Obama meminta Bahrain menghormati hak asasi manusia. (syarifudin)