WASHINGTON- Jaksa Agung Amerika Serikat Eric Holder menganggap penyerbuan pasukan ke persembunyian Pemimpin Al Qaeda Osama bin Laden, yang menewaskannya, bukan pembunuhan.
Menurut pengakuan Holder pada BBC, operasi yang dilakukan pasukan Navy Seal itu memiliki misi menangkap atau membunuh dan penyerahan diri Osama akan diterima jika dilakukan. “Perlindungan Navy Seal merupakan yang terpenting di pikiran kami,” paparnya.
“Pasukan khusus telah bertindak tepat dengan tak adanya indikasi jelas bahwa Osama segera menyerah. Jika kemungkinannya ada, jika ada kemungkinan menyerahkan diri, tentu akan diterima,” kata Holder. “Tapi perlindungan mereka, perlindungan pasukan yang menyerbu ke kompleks itu, saya pikir paling penting di pikiran kami.”
Holder menegaskan lagi bahwa operasi itu legal, karena hukum internasional mengijinkan menargetkan komandan-komandan musuh. “Saya jelas memikirkan tentang ini dan itu, yang membedakan AS, Inggris, aliansi kami, dengan siapa yang kami perangi,” kilahnya.
“Kami menghormati supremasi hukum, kami melaksanakan cara-cara yang tepat dan berharap orang-orang kami menaatinya. Dan saya pikir, Navy Seal melakukannya sesuai dengan nilai-nilai Amerika dan Inggris,” tutur Horlder.
Osama ditembak mati di kompleks kediamannya di Abbottabad, Pakistan, pada 2 Mei. Muncul laporan bahwa Osama ditembak mati meski tidak bersenjata. Pembunuhan terhadap Osama itu mendapat reaksi keras dari berbagai pihak.
Pelopor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Christof Heyns dan Martin Scheinin menyatakan, pasukan mematikan diijinkan dalam kasus-kasus luar biasa sebagai pilihan terakhir. “Namun, norma seharusnya, teroris diperlakukan sama seperti penjahat, melalui proses penangkapan legal, pengadilan, dan vonis yang diputuskan pengadilan,” tegas pernyataan keduanya.
Sejumlah anggota Kongres AS menunjukkan foto-foto Osama beberapa saat setelah ditembak mati, meski pemerintah AS sejauh ini menolak mempublikasikannya. Senator James Inhofe dari Oklahoma menilai foto-foto itu sangat mengerikan.
Di Pakistan, kemarin, ratusan pendukung mantan Perdana Menteri (PM) Nawaz Sharif berunjuk rasa di Abbottabad sambil meneriakkan slogan-slogan anti-AS. Pengunjuk rasa meneriakkan “Pergi, Amerika Pergi”, “Turun bersama Presiden AS Barack Obama”, dan “Turun bersama Presiden Pakistan Asif Ali Zardari”. Mereka juga mengibarkan bendera oposisi berwarna hijau yang menjadi lambang Partai Liga-N Muslim Pakistan.
Saat memberikan pidato di hadapan demonstran, politisi lokal Murtaza Javed mengulangi desakan Sharif agar dilakukan penyelidikan yudisial penuh terhadap operasi militer AS. “Rakyat harus tahu mengapa militer Pakistan, yang mendapat bagian besar dalam anggaran nasional, gagal melindungi keamanan dan kedaulatan negara,” tegasnya.
Deputi lokal lainnya, Sardar Aurangzeb Malhota, menuduh pemerintahan korup Zardari sudah menjual Pakistan pada kepentingan asing. Zardari dan PM Yousuf Raza Gilani menghadapi desakan untuk mundur.
Sementara itu, Zardari berkunjung ke Rusia untuk membuat sejumlah kesepakatan terkait upaya memerangi teror. Zardari disambut Presiden Rusia Dmitry Medvedev saat berada di Kremlin.
“Kami tertarik dalam mengkoordinasikan upaya kita di kancah internasional. Jelas bahwa negara kita menghadapi ancaman yang sama, saya maksud terorisme internasional,” papar Medvedev pada Zardari di Kremlin, seperti dikutip kantor berita Rusia.
Zardari berharap lawatannya dapat meningkatkan hubungan dua negara yang memiliki sejarah rumit. “Negara kita merupakan tetangga yang sangat dekat, kita berada di kawasan yang sama, meski kita tidak langsung berbatasan negara,” kata Zardari. “Waktunya sudah tiba untuk mengetahui pentingnya kerja sama antar negara kita.”
Lawatan ke Rusia merupakan kunjungan pertama Zardari ke luar negeri sejak Osama tewas dalam serbuan pasukan AS. Kremlin menyambut kematian Osama sebagai kesuksesan serius dalam perang melawan terorisme internasional. Tapi Pakistan menyatakan kemarahan akibat pasukan AS melakukan pernyerbuan tanpa memberitahu Islamabad terlebih dulu. (syarifudin)