Pages

Labels

Mesir Ingin Negara Asing Bekukan Aset Mubarak

KAIRO (SINDO)- Jaksa Agung Mesir Abdel Magid Mahmud mengupayakan pembekuan aset-aset Hosni Mubarak dan keluarganya di luar negeri, kemarin, 10 hari setelah presiden itu mundur karena revolusi.

Mahmud meminta Menteri Luar Negeri (menlu) Mesir Ahmed Abul Gheit menghubungi negara-negara lain agar bersedia membekukan aset-aset milik Mubarak, istrinya Suzanne, dua putranya Alaa dan Gamal, serta istri-istri mereka Heidi Rasekh dan Khadiga al-Gammal.

“Kantor kejaksaan telah menerima beberapa komplain terkait kekayaan sang mantan presiden di luar negeri yang perlu diinvestigasi,” ungkap sumber di kehakiman.

Mubarak diketahui menumpuk kekayaan selama tiga dekade berkuasa, meski seorang penasehat hukum yang dikutip kantor berita MENA pada Minggu (20/2) menyatakan kabar kekayaan Mubarak sebesar miliaran dolar itu hanya rumor tidak berdasar fakta.

Sedangkan pemerintah Swiss yang membekukan aset-aset Mubarak dalam beberapa jam setelah pengunduran dirinya pada 11 Februari, menyatakan bahwa mantan presiden itu memiliki puluhan juta franc di berbagai institusi keuangan Swiss. Satu franc Swiss bernilai sekitar USD1 atau 77 euro sen.

“Kami belum tahu apakah dana tersebut legal atau tidak. Jika mereka memilikinya secara ilegal, badan yudisial yang berwenang akan memutuskan siapa pihak-pihak yang terlibat,” papar juru bicara Kementerian Luar Negeri (kemlu) Swiss.

Pemerintah Swiss telah membekukan aset 12 orang tersebut, termasuk anggota keluarga Mubarak terdekat, serta empat menteri dalam pemerintahannya.

Nasib aset-aset Mubarak di Uni Eropa (UE) diputuskan pada Selasa (22/2) saat kepala kebijakan luar negeri UE Catherine Ashton mengunjungi Kairo, setelah para duta besar dari 27 negara anggota UE bertemu di Brussels pada Jumat (18/2), dan secara prinsip sepakat membekukan aset-aset orang-orang terdekat Mubarak.

Mubarak, 82, yang pergi ke di vila yang dijaga ketat di kota resort Sharm el-Sheikh, Laut Merah, tepat saat dia mengundurkan diri. Sejak saat itu dia tidak muncul ke publik, meski muncul berbagai dugaan tentang kondisi kesehatannya.

Dalam pernyataan yang dikutip MENA, penasehat hukum Mubarak menyangkal berbagai informasi yang salah tentang kekayaan Mubarak, baik di dalam atau pun luar negeri. “Spekulasi semacam itu berarti merusak reputasinya, kejujurannya, dan sejarah terhormat Mubarak dalam melayani tanah kelahirannya selama 62 tahun,” ujarnya.

Unjuk rasa yang muncul pada 25 Januari, mengakhiri kekuasaan Mubarak hanya dalam waktu kurang dari tiga pekan dan menciptakan gelombang kejutan melintasi perbatasan dunia Arab.

Sebanyak 365 orang tewas dan 5.500 orang terluka selama 18 hari unjuk rasa yang berakhir dengan jatuhnya Mubarak, digantikan pemerintahan militer yang dipimpin Menteri Pertahanan Mesir Hussein Tantawi.

Sementara itu, wakil menlu AS untuk urusan politik William Burns kemarin tiba Kairo untuk mengamati langsung situasi di Mesir 10 hari setelah kejatuhan Mubarak. Selain bertemu pemimpin pemerintahan sementara Mesir, diplomat veteran yang mahir berbahasa Arab itu hendak bertemu perwakilan berbagai civil society. (AFP/Rtr/syarifudin)