Pages

Labels

Swiss Bekukan Aset Kadhafi

JENEWA (SINDO)- Swiss perintahkan pembekuan semua aset yang mungkin dimiliki pemimpin Libya Muammar Kadhafi dan orang-orang terdekatnya. Keputusan itu diambil untuk merespon tindakan brutal aparat keamanan Libya dalam meredam demonstrasi.

Langkah pemerintah Swiss ini mencerminkan upaya Barat merespon krisis yang terjadi di negara kaya minyak Afrika Utara tersebut. Sejumlah sanksi baru juga akan segera keluar untuk semakin menekan Kadhafi dan para pendukung setianya.

“Dewan Federal (pemerintah Swiss) mengecam kekerasan yang digunakan otoritas Libya untuk melawan rakyat dengan aksi terkuat. Melihat perkembangan itu, Dewan Federal memutuskan memblokir segera semua kemungkinan aset Muammar al-Gaddafi dan pendukung setianya di Swiss,” papar Kementerian Luar Negeri (kemlu) Swiss.

Pemerintah Swiss menyatakan ingin menghindari semua bentuk penyalahgunaan properti pemerintah Libya yang mungkin masih berada di Swiss. Sebelumnya, Swiss sudah berkonflik dengan keluarga Kadhafi sejak penahan singkat putra pemimpin Libya, Hannibal, di sebuah hotel Jenewa pada Juli 2008 atas tuduhan menyiksa dua pekerja rumah tangganya.

Konflik diplomatik itu membuat pemerintah Libya menerapkan sanksi ekonomi dengan menarik secara massal aset-aset Libya dari sistem keuangan dan sektor perbankan rahasia Swiss.

“Total hubungan perbankan Swiss dengan Libya bernilai 613 juta franc Swiss, dengan tambahan 205 juta franc dalam bentuk surat berharga atau operasi pegadaian,” papar bank sentral Swiss kemarin.

Jumlah tersebut lebih sedikit dibandingkan sebelum konflik terjadi, yang mencapai 5,7 milyar franc Swiss dan 812 juta franc pada 2007. Angka tersebut terkait dengan seluruh komitmen yang melibatkan aset-aset Libya, tidak termasuk dana keluarga Kadhafi yang mungkin diblokir.

Langkah ini diambil pemerintah Swiss untuk menyelaraskan dengan kecaman internasional terhadap rezim Kadhafi saat ini. Berdasarkan data International Federation for Human Rights (IFHR), sedikitnya 640 orang tewas selama revolusi di Libya.

Hingga kemarin, suasana Libya semakin mencekam. Pasukan yang setia pada Kadhafi bertempur melawan para pembelot di kota-kota bagian barat, dekat Tripoli. Sedangkan di wilayah timur, pembelot telah mendeklarasikan terbebas dari pemerintahan Kadhafi.

Di Az-Zawiyah, barat Tripoli, sedikitnya 23 orang tewas dan 44 orang terluka, saat pendukung rezim menyerbu demonstran di kota pengilangan minyak tersebut. “Korban terluka tidak dapat dibawa ke rumah sakit terdekat karena tembakan terdengar dari semua arah,” tulis harian Quryna yang berpusat di kota Benghazi, Libya bagian timur yang dikuasai oposisi.

Suara baku tembak juga terjadi di kota ketiga terbesar di Libya, Misrata, timur ibu kota Tripoli.

Di Zouara, wilayah barat dekat perbatasan Tunisia, pekerja asal Mesir yang melarikan diri menjelaskan, kota ini sudah dikontrol milisi sipil setelah baku tembak sengit pada Rabu malam (23/2).

“Kota kedua Libya, Benghazi, telah sepenuhnya jatuh ke tangan lawan-lawan Kadhafi,” papar seorang koresponden kantor berita AFP, kemarin. Tapi gegap gempita awal dengan kebebasan kota itu bisa berubah drastis jika pendukung setia rezim melakukan serangan balik.

Boneka Kadhafi tampak digantung di lampu-lampu jalanan kota timur tersebut dan anak-anak bermain di atas sebuah tank yang ditinggalkan tentara.

Kini musuh rezim membentuk sebuah kantor pusat revolusioner di luar gedung pengadilan Benghazi, tempat bermulanya unjuk rasa, untuk mengambil alih pemerintahan kota. Sedangkan milisi sipil dan tentara pembelot berpatroli di jalanan. Beberapa tentara menjual persenjataannya untuk penawar harga tertinggi, meski komandan mereka yang juga membelot ingin memasukkan anak buahnya menjadi pasukan pertahanan oposisi.

Pemberontak juga mengontrol seluruh ladang minyak di kota Ras Lanuf, Libya timur. “Hampir seluruh ladang minyak di Ras Lanuf kini dikuasai rakyat dan pemerintah tidak mengontrol daerah ini,” kata Abdessalam Najib, insinyur minyak di perusahaan Libya, Agico, dan anggota koalisi 17 Februari yang menjadikan Benghazi sebagai basis pemerintahan sementara.

Dalam pidato kedua dalam tiga hari terakhir pada Kamis (24/2), Kadhafi, 68, menuduh penduduk Az-Zawiyah bekerja sama dengan Al-Qaeda. “Sudah jelas sekarang bahwa masalah ini digerakkan Al-Qaeda,” ujarnya.

Sangat berbeda dengan pidato 75 menit yang dilakukannya di sebuah podium di luar rumahnya di Tripoli pada Selasa (22/2), pidato Kadhafi pada Kamis (24/2) dilakukan selama 20 menit dari lokasi yang dirahasiakan dan pemimpin Libya itu berbicara melalui telepon.

Keputusannya tidak muncul di layar televisi dalam pidato keduanya itu memunculkan pertanyaan tentang di mana sisa basis kekuasaannya saat ini setelah banyak pendukungnya membelot. Ditambah lagi, sepupu dan pembantu setianya, Kadhaf al-Dam, juga mundur dari semua fungsi resminya.

Di Tripoli, jalanan sunyi senyap dan pertokoan tutup pada hari libur Muslim, kemarin.

Program Pangan Dunia (WFP) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan, sistem distribusi pangan di Libya beresiko hancur. Negara produsen minyak yang sebagian besar tergantung pada import itu pun menghadapi krisis pangan.

Untuk menyikapi krisis di Libya, Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama berkonsultasi dengan para pemimpin Inggris, Prancis, dan Italia. Prancis dan Inggris mengusulkan agar Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi sanksi, termasuk embargo total persenjataan terhadap Libya.

“Dua negara juga mengusulkan membawa rezim Libya ke Pengadilan Kriminal Internasional untuk kejahatan terhadap kemanusiaa,” kata Menteri Luar Negeri (menlu) Prancis Michele Alliot-Marie.

Di Jenewa, Dewan HAM PBB menggelar sesi khusus untuk seruan mengeluarkan Libya karena melakukan pembunuhan massal, penahanan dan penyiksaan terhadap demonstran.

Kepala urusan luar negeri Uni Eropa Catherine Ashton menegaskan, inilah saatnya blok 27 negara itu mengadopsi tindakan tegas terhadap rezim Kadhafi, termasuk membekukan aset dan larangan perjalanan.

Uni Eropa mengusulkan tidak ada zona terbang di Libya, untuk mencegah rezim Kadhafi membombardir demonstran. Tapi ide ini harus disahkan melalui resolusi Dewan Keamanan PBB.

Berbagai negara terus melakukan evakuasi warganya. Puluhan ribu pekerja dari negara-negara Asia meninggalkan Libya. Diperkirakan, 100.000 pekerja dari Filipina dan Bangladesh masih terjebak di Libya selama lebih dari sepekan setelah kekerasan terjadi. Pemerintah mereka tidak dapat melakukan evakuasi secara cepat bagi mereka.

“Tidak aman untuk keluar. Kami tidak memiliki makanan dan uang. Kami semua kelaparan. Tidak seorang pun dapat membayangkan bagaimana bahayanya situasi sekarang,” ujar pekerja Bangladesh Kabir Hossain melalui telepon.

Pemerintah Filipina menegaskan akan melakukan semua cara untuk mengevakuasi 30.000 warganya. Pemerintah kemarin mengumumkan rencana untuk mengevakuasi 13.000 warga Filipina dengan perahu dan pesawat. Tapi mereka tidak dapat menjelaskan kapan evakuasi dilakukan.

Di Bangkok, kerabat 23.000 pekerja Thailand di Libya berusaha melobi pemerintah untuk membantu keluarga mereka. Pemerintah Thailand menyatakan mulai upaya evakuasi dengan sebuah kapal untuk mengumpulkan 2.000 orang di Tripoli, kemarin.

Pemerintah Libya kemarin memberi ijin pada India untuk mendaratkan pesawat evakuasi untuk membawa 18.000 warganya di sana. Dua pesawat Air India diijinkan mendarat di Libya pada hari ini. “Air India akan melakukan dua penerbangan per hari hingag 7 Maret,” kata Menlu India S.M. Krishna. (AFP/Rtr/syarifudin)