Pages

Labels

Kediaman Khadafi Terus Digempur, Akhir Perang Belum Jelas

TRIPOLI- Kediaman Pemimpin Libya Muammar Khadafi di Tripoli, kemarin, terus dibombardir pasukan koalisi. Serangan Barat dalam Operasi Pengembaraan Fajar itu memasuki malam ketiga berturut-turut.

Akhir invasi Barat di Libya semakin tidak jelas ujung akhirnya, meski pasukan koalisi merasa puas dengan kemajuan yang terjadi dalam mengurangi kemampuan pertahanan Khadafi. Apalagi saat ini NATO berbeda pendapat tentang peran mereka dalam operasi militer di Libya.

Saat kegelapan menyelimuti Tripoli kemarin, bunyi ledakan bersahutan dan tembakan anti pesawat menembus langit malam dekat kediaman Khadafi. Televisi pemerintah Libya menyatakan, ibu kota diserang.

“Sebuah pangkalan angkatan laut Libya yang berada 10 kilometer timur Tripoli juga dibombardir pasukan koalisi,” papar saksi mata, seperti dirilis kantor berita AFP.

Juru bicara pemerintah Libya, Mussa Ibrahim, menjelaskan, pesawat tempur koalisi menargetkan kota Sebha, bagian selatan yang menjadi basis sukunya Khadafi, Guededfa, dan pangkalan militer. Ibrahim tidak menjelaskan jika ada kerusakan atau korban akibat serangan militer Barat.

Ibrahim mengklaim bahwa Misrata, kota ketiga Libya yang terletak 214 kiloemter timur Tripoli, sudah dikuasai tentara pemerintah. “Pasukan Khadafi sedang memburu elemen-elemen teroris,” katanya.

Namun juru bicara pemberontak mengatakan melalui telepon di Misrata, menyangkal laporan pemerintah. Menurutnya, Misrata masih dikontrol pemberontak meski diserang pasukan Khadafi. Petugas medis di Misrata membenarkan korban tewas mencapai 40 orang dan sedikitnya 300 orang terluka. “Korban tewas mencapai puluhan setelah para sniper dan sebuah tank menembaki demonstran,” kata juru bicara pemberontak.

Pasukan koalisi terus mengerahkan kekuatan untuk melumpuhkan pasukan Khadafi. “Serangan yang dimulai pada Sabtu malam (19/3) dapat berkurang, tapi mandat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk zona larangan terbang akan diperluas ke penjuru Libya,” papar Jenderal Carter Ham, kepala Komando Afrika Amerika Serikat (AS) di Washington, kemarin.

Jenderal Ham yakin pasukan koalisi akan berhasil melumpuhkan kekuatan Khadafi. “Perkiraan saya, kecuali terjadi sesuatu yang tidak biasa atau tak terduga, kami mungkin melihat berkurangnya frekuensi serangan, karena itu biasa dalam target jenis itu,” katanya.

Pertempuran masih berlangsung di darat, saat pemberontak melawan pasukan Khadafi selama lebih dari sebulan terakhir. Terjadi pertempuran sengit di Misrata, dekat Tripoli.

Walaupun saat ini puluhan tank angkatan darat Libya hancur akibat serangan pesawat tempur di wilayah timur, para pejuang pemberontak yang masih amatir dipukul mundur pasukan Khadafi saat mencoba mengambil alih lagi kota Ajdabiya, kemarin.

“Pasukan AS tidak memiliki misi mendukung serangan darat oleh pemberontak,” kata Jenderal Ham. Pemberontak memang masih lemah dan tidak terorganisir, jika dibandingkan dengan tentara Khadafi.

Sementara itu, sebuah pesawat AS, F-15 mengalami kecelakaan di Libya akibat kerusakan teknis. “Dua kru melompat keluar dari F-15E Strike Eagle milik Angkatan Udara AS saat pesawat emngalami kerusakan di wilayah timurlaut Libya pada 21 Maret pada pukul 10.30 malam waktu setempat,” papar komando AS di kota Stuttgart, Jerman.

“Kedua kru keluar dengan aman. Penyebab insiden ini sedang diselidiki,” kata juru bicara komando AS Nicole Dalrymple. Kru pesawat hanya mengalami luka ringan.

Pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS), Prancis, dan Inggris, serta sejumlah negara Eropa dan Arab, beraksi berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB yang membenarkan semua cara untuk menghentikan pasukan Khadafi melukai warga sipil. Berbagai aksi militer asing itu dalam koordinasi namun tidak ada satu komando.

Sementara itu, saat Presiden AS Barack Obama menyatakan, tujuan utama ialah menggulingkan Khadafi, Perdana Menteri (PM) Inggris David Cameron menegaskan, tidak ada dasar hukum untuk perubahan rezim di Libya.

Menurut Cameron, resolusi Dewan Keamanan PBB terbatas untuk pemberlakuan gencatan senjata dan zona larangan terbang demi melindungi warga sipil. “Secara eksplisit tidak memberi landasan hukum untuk aksi menggulingkan Khadafi melalui kekuatan militer,” tegasnya di depan parlemen, seperti dirilis kantor berita AFP.

Namun Cameron mengatakan, koalisi masih ingin melihat akhir 41 tahun pemerintahan Khadafi. “Pendapat kami jelas, tidak ada masa depan bagi Libya dengan Kolonel Khadafi tetap berkuasa,” paparnya.

Para pejabat NATO mengatakan, mereka akan kembali berunding setelah diskusi alot kemarin gagal menjembatani perbedaan tentang peran blok itu dalam operasi militer di Libya. Anggota NATO, Prancis, Inggris dan AS bertindak secara individual dalam operasi udara dan laut melawan Khadafi. Sedangkan pejabat militer AS mengkoordiansikan operasi dari pangkalan di Jerman dan Italia.

Namun Inggris, Italia, dan beberapa anggota NATO, ingin blok tersebut menyatukan komando operasi militer di Libya. Presiden AS Barack Obama berharap NATO dapat terlibat dalam fungsi koordinasi dalam tahap operasi selanjutnya. “Seperti saya katakan, fokus awal kita mengambil alih pertahanan udara Libya sehingga zona larangan terbang dapat efektif dan pesawat serta pilot pasukan koalisi tidak terancam saat mereka mengawasi zona larangan terbang,” kata Obama saat mengunjungi Chile.

“Aspek kedua ialah memastikan aspek kemanusiaan misi dapat tercapai. Tapi ijinkan saya menegaskan bahwa kami mengantisipasi transisi ini terjadi dalam beberapa hari, bukan pekan,” papar Obama.

Perdana Menteri (PM) Turki Recep Tayyip Erdogan dengan tegas menepis kemungkinan Ankara mengirimkan misi tempur apa pun ke Libya, tapi Turki dapat terlibat dalam operasi dengan tujuan kemanusiaan.

Prancis juga mengkhawatirkan dampak terhadap negara-negara Arab jika NATO mengambil alih kontrol operasi militer di Libya, meski Liga Arab mendukung zona larangan terbang. Sedangkan Jerman sejak awal menolak mendukung resolusi 1973 Dewan Keamanan PBB itu.

Norwegia menegaskan, enam jet tempurnya akan tetap berada di landasan hingga ada kejelasan tentang pengelolaan operasi di Libya. Sedangkan Inggris, AS, dan Italia, yang mendorong misi ke Libya, mendesak agar NATO meningkatkan perannya.

Denmark yang mengirimkan jet tempur ke Mediterania menyatakan keinginannya memimpin operasi militer untuk mendukung pemberontakan di dunia Arab. Tidak seperti saat di Afghanistan dan Irak, peran Denmark di Libya mendapat dukungan penuh publik dalam negeri. “Denmark sudah di garis depan, selama seluruh pemberontakan Arab dan juga di Libya. Kami sebuah negara kecil, tapi kami memiliki sejarah tanggung jawab terhadap tanggung jawab internasional kami,” papar Perdana Menteri (PM) Denmark Lars Loekke Rasmussen.

Sementara itu, pesawat tempur Belgia dan Spanyol mulai berpatroli di angkasa Libya. Pesawat tempur Typhoon milik Inggris juga sudah memulai misi tempur pertama dari pangkalan militer Italia. Prancis mengatakan, kapal induk Charles de Gaulle dapat mulai bergabung operasi mulai kemarin.

Saat pilot-pilot Italia mengatakan mereka membantu melumpuhkan pertahanan udara Libya, Perdana Menteri (PM) Italia Silvio Berlusconi mengatakan pesawat mereka tidak menembak dan tidak akan menembak. Italia memiliki hubungan dekat dengan bekas koloni Libya.

Kanada sudah mengirimkan enam pesawat F-18 menuju sebuah pangkalan di Pulau Sardinia, Italia, ribuan kilometer dari wilayahnya. “Misi ini dipenuhi harapan Ottawa untuk menunjukkan solidaritas dengan AS dan Inggris, serta keinginan memberlakukan resolusi PBB,” kata Houchang Hassan-Yari, pakar politik di Royal Military College, Kanada.

Situasi di Libya membuat harga minyak labil. Harga minyak untuk pengiriman April meningkat 5% menjadi 102,38% per barrel di perdagangan Asia. Minyak mentah Brent North Sea untuk Mei turun 18% menjadi USD114,78.

Sementara itu, muncul kabar hilangnya tiga wartawan barat di wilayah timur Libya pekan lalu. Termasuk dua wartawan dari Agence France-Presse yang ditahan pasukan Khadafi, serta fotografer Getty Joe Raedle yang tidak terdengar kabarnya sejak Jumat malam (19/3).

Sebuah penerbangan khusus yang membawa Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon dilaporkan terbang di sekitar Libya, kemarin. Pesawat itu membawa Ban dan delegasi PBB dari Kairo menuju Tunis, kemudian menuju Eropa. “Rute penerbangan sudah disepakati otoritas yang mengelola aktivitas internasional,” papar seorang pejabat PBB.

Ban menggelar pembicaraan dengan para pemimpin negara dan bertemu kelompok sipil di Kairo dalam misi untuk melihat dampak revolusi yang menggulingkan Presiden Mesir Hosni Mubarak.

Di New York, Dewan Keamanan PBB akan menggelar pertemuan pada Kamis (24/3) untuk membahas situasi di Libya. Mereka diperkirakan membahas perkembangan terbaru dalam upaya penerapan zona larangan terbang di Libya. (syarifudin)