Pages

Labels

Zona Larangan Terbang Berlaku di Libya

BENGHAZI- Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kemarin menyetujui zona larangan terbang dan serangan udara untuk menghentikan aksi Pemimpin Libya Muammar Khadafi melumpuhkan pemberontak. Serangan pasukan asing ke Libya itu diperkirakan terjadi dalam beberapa jam.

Dewan Keamanan PBB dalam voting kemarin mengijinkan semua tindakan yang diperlukan untuk pemberlakuan zona larangan terbang demi melindungi wilayah sipil dan memaksakan gencatan senjata terhadap militer Khadafi. Voting itu disetujui 10 negara dan tidak ada yang menentang, hanya lima negara abstain. Anggota tetap Dewan Keamanan PBB, China dan Rusia, bersikap abstain, tapi tidak menggunakan hak vetonya. Sedangkan Jerman, India, dan Brasil juga abstain.

Sikap PBB itu membuat negara-negara Barat segera merancang serangan udara besar-besaran ke Libya. Sejumlah diplomat mengindikasikan, serangan udara akan dipimpin Inggris, Prancis, dan AS, termasuk beberapa negara Arab. Serangan itu dapat terjadi dalam waktu dekat.

Media Kanada menyatakan, Ottawa akan mengirimkan beberapa pesawat tempur. “Kita memiliki waktu yang sangat sempti. Ini masalah tiap hari. Mungkin per jam. Kita tidak boleh tiba terlalu lama,” papar Menteri Luar Negeri (menlu) Prancis Alain Juppe di PBB.

Juppe menyatakan, dunia akan mendukung Libya. “Dunia sedang mengalami revolusi hebat yang mengubah sejarah. Di Libya, untuk beberapa pekan, akan ditembaki Kolonel Khadafi,” katanya.

Seorang diplomat menyatakan, Qatar dan Uni Emirat Arab bisa menjadi salah satu yang bergabung militer koalisi untuk menyerang Libya.

Sedangkan NATO terpecah untuk masalah intervensi di Libya, dengan Jerman dan Turki menentang intervensi militer. “Kami tetap skeptis dengan opsi intervensi militer. Kami menganggapnya beresiko dan berbahaya. Itulah emngapa kita tidak menyetujui bagian ini di teks resolusi,” papar pernyataan pemerintah Jerman.

Sedangkan Rusia dan China jelas tidak mau terlibat dalam operasi militer asing di Libya.

Meski mengijinkan pengerahan kekuatan angkatan udara asing, PBB melarang pengiriman angkatan darat. Keputusan PBB itu disambut suka cita oleh warga di kota Benghazi yang dikuasai pemberontak. Terdengar suara rentetan senapan sebagai bentuk kegembiraan.

Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama menghubungi pemimpin Prancis dan Inggris untuk mengkoordinasikan strategi usai keputusan Dewan Keamanan PBB. “Para pemimpin sepakat mengkoordinasikan langkah selanjutnya, serta melanjutkan kerja sama dengan Arab dan mitra internasional lain demi memastikan pemberlakuan resolusi Dewan Keamanan PBB di Libya,” papar pernyataan Gedung Putih.

Duta Besar AS di PBB Susan Rice mengatakan, resolusi itu menyerukan zona larangan terbang untuk melindungi warga sipil dan wilayah sipil yang ditargetkan, pasukan keamanan, pendukung, dan intelijen Kolonel Khadafi.

Keputusan PBB itu oleh pemerintah Libya dianggap mengancam persatuan negara. Libya menolak menutup ruang udaranya, kemarin, meski pemerintah Eropa memutuskan melarang semua penerbangan sipil di atas negara itu. “Otoritas Libya menginformasikan pada kami bahwa ruang udaranya terbuka,” kata juru bicara Eurocontrol kemarin.

Khadafi mengancam, pasukannya akan menguasai Benghazi dalam beberapa jam. “Keputusan telah diambil. Persiapkan diri kalian. Kita akan tiba malam ini. Tunjukkan pada mereka tidak ada ampunan. Dunia perlu melihat Benghazi bebas,” tegas Khadafi.

Kementerian Pertahanan Libya memperingatkan, serangan asing di Libya akan memicu pembalasan yang mengakibatkan lalu lintas maritim dan udara di Mediterranea dalam bahaya.

Putra pemimpin Libya, Seif al-Islam Kadhafi menegaskan, keluarganya tidak takut setelah PBB mengijinkan serangan udara terhadap pasukan yang setia terhadap ayahnya. “Kami berada di negara kami dan bersama rakyat kami. Dan kami tidak takut. Datang saja! Kami tidak akan gentar,” tegasnya.

“Saya pikir, Anda tidak membantu rakyat jika Anda datang untuk mengebom Libya, untuk membunuh rakyat Libya. Anad menghancurkan negara kami. Tidak seorang pun senang dengan itu,” katanya.

Menurut Seif, resolusi PBB itu tidak adil. “Ini tidak adil karena, seperti Anda tahu, sejak awal kami katakan pada semua orang bahwa di sana tidak ada serangan udara terhadap warga sipil, tidak ada pengeboman wilayah sipil atau demonstrasi,” paparnya. “Sudahkah kita lihat seorang warga sipil menajdi korban? Bahkan teroris atau orang bersenjata, mereka menyerah. Jadi tidak ada pertumpahan darah di Libya.”

Pertempuran antara pasukan Khadafi dan pemberontak terus terjadi kemarin, di Zintan, Nalut, dan Misrata, barat Libya. Pertempuran diperkirakan semakin sengit seiring kabar intervensi militer asing dalam waktu dekat. (syarifudin)