Pages

Labels

Indonesia Sepakati Import Tiga Kapal Selam dari Korsel

SEOUL- Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME) menandatangani kontrak eksport persenjataan terbesar di Korea Selatan (Korsel) senilai USD1,1 miliar untuk membuat tiga kapal selam bagi Indonesia pada Selasa (20/12). Tiga kapal selam itu akan dikirimkan ke Jakarta pada semester pertama 2018. Selain mencatatkan rekor sebagai kontrak eksport persenjataan terbesar di Korsel, ini merupakan pertama kalinya bagi Korsel mendapatkan kontrak penjualan kapal selam ke luar negeri. Sesuai kontrak, DSME akan membuat tiga kapal selam bertenaga diesel yang masing-masing berbobot 1.400 ton. Ini merupakan kontrak terbesar bidang pertahanan bagi sebuah perusahaan Korea Selatan (Korsel). “Dengan adanya kontrak ini, nilai eksport pertahanan Korsel pada tahun ini meningkat hingga USD2,4 miliar,” papar Departemen Program Akuisisi Pertahanan Korsel (DAPA), dikutip AFP. Besarnya eksport pertahanan tahun ini lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun lalu. Menurut DAPA, meskipun eksport pertahanan Korsel terus tumbuh pesat, namun peningkatan total eksport pertahanan tahun ini merupakan yang terbesar dengan adanya kontrak pembelian kapal selam dan jet latih T-50. Kontrak terbaru ini merupakan kesepakatan pertahanan terbesar kedua antar Indonesia dan Korsel. Pada Mei silam, perusahaan milik negara Korea Aerospace Industries (KAI) menyepakati kontrak mengeksport 16 pesawat latih supersonik T-50 Golden Eagle senilai USD400 juta untuk Indonesia. Pada 2010, eksport pertahanan Korsel sebesar USD1,19 miliar, sedangkan pada 2009 sebesar USD1,17 miliar. DSME mengungkapkan, kapal selam itu akan memiliki panjang 61,3 meter dan mampu membawa kru berjumlah 40 pelaut. “Kapal selam itu akan dipasangi delapan lubang senjata untuk meluncurkan torpedo, ranjau, rudal kendali, dan persenjataan lain,” papar DSME, dikutip harian Korea Herald. “Kami telah bekerja sama dengan pemerintah Indonesia sejak 2005 untuk kontrak kapal selam tersebut.” Untuk mendapatkan kontrak pembuatan tiga kapal selam ini, DSME harus bersaing dengan sejumlah perusahaan dari Rusia, Prancis, dan Jerman yang terkenal sebagai pembuat kapal selam bertenaga diesel. Indonesia akhirnya memilih DSME sebagai pemenang kontrak tersebut. Pada 2003, DSME mendapatkan kontrak proyek upgrade kapal selam Indonesia dan memenangkan sebuah kontrak untuk proyek perawatan depot pada 2009. DSME merupakan perusahaan pembuat kapal terbesar kedua di dunia dan salah satu dari “Tiga Besar” perusahaan kapal Korsel. Pada 21 Februari silam, A. P. Moller-Maersk Group (Maersk) memesan 10 kapal kontainer besar dari DSME, dengan masing-masing kapal memiliki kapasitas 18.000 kontainer, memecahkan rekor kapal terbesar yang dimiliki Mærsk kelas E yang memiliki kapasitas 15.200 kontainer. Pesanan pertama kapal tersebut akan dikirimkan pada 2014. Kapal kelas baru it disebut kelas Triple E. Perusahaan yang berdiri pada 1978 itu berkantor pusat di Seoul, Korsel. Presiden, CEO, dan Direktur DSME Nam Sang Tae berhasil meningkatkan pendapatan perusahaan sebesar USD11,4 miliar pada 2010 dengan pendapatan bersih meningkat sebesar USD529,3 juta pada tahun yang sama. Perusahaan yang memiliki 25.000 karyawan itu memproduksi berbagai jenis kapal, mulai dari kapal kontainer, kapal selam, kapal pengeboran, kapal penumpang, kapal untuk mengangkut LNG/PNG, serta kapal untuk militer. Pada 7 September, DSME menjelaskan, perusahaannya memenangkan kontrak senilai USD1,1 miliar untuk membangun dua rig pengeboran minyak lepas pantai Songa, Norwegia. DSME akan mengirimkan pesanan itu pada semester kedua 2014. rig yang masing-masing sepanjang 116 meter dan lebar 97 meter itu akan disewakan untuk Statoil, Norwegia, selama delapan tahun. Kontrak itu juga termasuk opsi untuk pemesanan dua unit lagi. DSME menyatakan perusahaannya memenangkan kontrak pesanan 42 kapal senilai USD10 miliar pada tahun ini. DSME juga memenangkan kontrak untuk pembuatan 25 kapal semi-submersible sejak perusahaan itu membuatnya. Di tengah krisis ekonomi di Eropa, DSME pada 7 Desember menyatakan perusahaannya tetap waspada dengan imbasnya pada industri perkapalan. Beberapa klien DSME dari Asia dan Eropa, meminta penundaan pengiriman 13 kapal senilai 1,6 triliun won. Namun menurut DSME, penundaan itu bukan karena masalah keuangan tapi kliennya mengubah jenis kapal yang telah dipesan untuk menyesuaikan dengan melambatnya perdagangan global. “Dalam skenario terburuk, perusahaan kapal global dapat terjerumus dalam lingkaran setan pengurangan pesanan dan permintaan untuk menunda pengiriman, seperti yang dialami industri saat krisis 2008,” papar pernyataan DSME pada Reuters awal bulan ini. Pada 28 Juli, DSME menyatakan, pendapatan bersihnya pada kuartal kedua turun 3,6% karena merosotnya mata uang asing akibat penguatan won Korea. “Profit bersih untuk tiga bulan hingga 30 Juni turun menjadi 170,1 miliar won dari 176,5 miliar won tahun lalu. Penjualan naik 13% menjadi 3,178 triliun won dari 2,823 triliun won. Operating profit naik lebih dari tiga kali lipat menjadi 339,9 miliar won pada kuartal April-Juni dari 106,9 miliar won tahun lalu,” papar DSME, dikutip AFP. “Pesanan untuk kapal-kapal canggih seperti kapal kontainer dan kapal pembawa LNG membantu meningkatkan operating profit,” papar juru bicara DSME Yoon Yo-Han. DSME mencapai 65% target pesanan tahunan senilai USD11 miliar pada semester pertama tahun ini. (syarifudin)