Pages

Labels

Jepang Naikkan Level Bencana Nuklir Setara Chernobyl

TOKYO- Jepang menaikkan status darurat nuklir ke level tujuh, skala tertinggi secara internasional untuk krisis atom, kemarin. Skala ini merupakan yang pertama ditetapkan sebuah negara, setara dengan bencana nuklir Chernobyl seperempat abad silam.

Saat ini para pekerja terus berjuang menstabilkan reaktor-reaktor di pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi. Krisis nuklir itu terjadi setelah gempa bumi 9,0 skala richter dan tsunami yang menerjang pantai timurlaut Jepang.

“Penetapan (level tertinggi) untuk kecelakaan besar dengan dampak lingkungan dan kesehatan luas itu berdasarkan total radiasi yang dilepaskan, sekitar sepersepuluh dari bencana Chernobyl di Uni Soviet,” ujar sejumlah pejabat Jepang, seperti dilaporkan kantor berita AFP.

Gempa bumi dan tsunami itu menewaskan lebih dari 13.000 orang dan 14.000 orang lainnya hilang. Sekitar 150.000 orang masih di penampungan darurat. Setelah gempa terbesar, terjadi ribuan gempa susulan.

Salah satu gempa susulan terkuat juga terjadi kemarin siang di wilayah Fukushima, sebesar 6,3 skala richter. Gempa itu memaksa para pekerja di PLTN Fukushima dievakuasi keluar. Gempa itu juga mengguncang gedung-gedung di Tokyo.

“Sekitar sepekan silam, kami yakin bahwa ancaman terbesar di PLTN itu ialah ledakan hidrogen terbaru. Tapi kini saat kami mengambil gambaran besar PLTN, ancaman terbesar ialah gempa-gempa susulan dan tsunami,” ujar seorang pejabat senior pemerintahan Jepang. Jepang mengalami lebih dari 400 gempa susulan dengan kekuatan lebih dari 5,0 skala richter sejak 11 Maret.

Pakar seismologi memperkirakan gempa susulan akan berlanjut dalam beberapa pekan, bahkan bulan. “Gempa susulan itu fenomena normal. Saat terjadi gempa yang sangat besar, seluruh kekuatan tektonik di kawasan itu kacau,” ujar Jean-Paul Montagner di Institute of the Physics of the Globe, Paris, seperti dikutip kantor berita AFP.

Penetapan level tertinggi berdasarkan Skala Kejadian Nuklir Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (INES) itu keluar saat Jepang bersiap mengevakuasi lebih banyak orang yang menetap di sekitar PLTN, dalam radius 20 kilometer zona pengeluaran. Sejumlah kota juga ditutup terkait krisis nuklir tersebut.

“Level tujuh dalam skala INES itu melibatkan kebocoran besar material radioaktif yang berdampak luas terhadap lingkungan dan kesehatan, sehingga diperlukan penerapan langkah-langkah baru dan terencana,” papar pejabat Jepang.

Setiap level dalam skala INES menunjukkan peningkatan 10 kali lipat radiasi nuklir yang dilepaskan PLTN yang rusak tersebut. Sebelumnya, PLTN Fukushima itu berada di level lima, peringkat yang sama dengan bencana nuklir Three Mile Island pada 1979 di negara bagian Amerika Serikat (AS) Pennsylvania.

Meski level darurat itu ditingkatkan, pejabat badan keamanan nuklir Jepang Hidehiko Nishiyama menjelaskan, ada perbedaan antara krisis nuklir di Chernobyl dan Fukushima. “Di Chernobyl, terjadi paparan radiasi tingkat tinggi yang sangat akut, dan 29 orang tewas akibat radioaktif. Ini tidak ada dalam kasus di Fukushima,” ujarnya. “Jika di Chernobyl, reaktor nuklir meledak. Di Fukushima, reaktor-reaktor itu masih berfungsi, meski kita melihat terjadi kebocoran”

Total korban tewas jangka panjang dalam bencana nuklir Chernobyl berdasarkan perkiraan PBB pada 2005 ialah 4.000 jiwa. Sedangkan menurut sejumlah kelompok non pemerintah, total kematian jangka panjang akibat bencana Chernobyl mencapai puluhan atau ratusan ribu jiwa.

Bencana Chernobyl terjadi pada 26 April 1986 di PLTN Chernobyl, wilayah Uni Soviet yang kini menjadi Ukraina. Terjadi sebuah ledakan dan kebaran yang melepas radioaktif ke atmosfer, sehingga melintasi Rusia Barat dan Eropa. Bencana ini dianggap sebagai yang terburuk di dunia, di level 7, hingga akhirnya PLTN Fukushima menetapkan status yang sama.

Untuk menstabilkan Chernobyl, pemerintah Uni Soviet melibatkan 500.000 pekerja dan menelan biaya hingga 18 miliar ruble, yang mengguncang perekonomian Soviet.

Penduduk kota terdekat PLTN Chernobyl, Pripyat, dievakuasi setelah diketahui terjadi kebocoran radioaktif. Evakuasi dinilai terlambat karena dilakukan pada malam hari 26-27 April, atau lebih dari 24 jam setelah terjadinya ledakan di reaktor nuklir Chernobyl.

Evakuasi warga dimulai pada pukul 14.00 pada 27 April. Saat perintah evakuasi dikeluarkan, warga hanya diperbolehkan membawa pakaian yang melekat di badan, karena dikhawatirkan barang-barang penduduk sudah mengandung radioaktif. Hasilnya, sebagian besar barang pribadi milik warga masih ditinggalkan di kota tersebut hingga saat ini.

Zona evakuasi 30 kilometer dari PLTN Chernobyl masih berlaku hingga sekarang, meski terjadi beberapa perubahan. Kota itu kini tidak lagi dihuni manusia dan berubah menjadi hutan kota yang penuh dengan tumbuhan dan hewan liar.

Tapi dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Ukraina mengijinkan wisatawan mengunjungi kota Pripyat, dalam radius tertentu yang dinyatakan aman dari radioaktif. Meski demikian, para pengunjung wajib membawa alat pengukur radiasi ketika memasuki kota mati tersebut.

Sementara itu, pejabat operator PLTN Fukushima, Tokyo Electrical Power Co. (TEPCO) menjelaskan, kebocoran radiasi tidak dapat dihentikan sepenuhnya. “Kekhawatiran kami ialah, kebocoran itu dapat melampaui Chernobyl,” ungkapnya.

Para pakar nuklir terus mengawasi PLTN Fukushima yang meleleh di bagian tertentu, saat sistem pendingin reaktor mengalami kerusakan. Sejumlah ledakan juga terjadi di fasilitas itu hingga melepas material radioaktif ke atmosfer.

Meski berada di level darurat nuklir tertinggi, Perdana Menteri (PM) Jepang Naoto Kan kemarin menyatakan bahwa PLTN Fukushima secara bertahap kembali stabil. Jumlah radiasi yang dilepaskan juga berkurang. “Selangkah demi selangkah, reaktor-reaktor di PLTN Fukushima Daiichi bergerak menuju stabil,” katanya.

Kan juga meminta rakyat Jepang kembali melakukan aktivitas normal. “Saya memiliki satu usulan. Mari hidup normal, sebaik yang kita bisa, tanpa terjatuh dalam kesedihan,” ujarnya. “Kita memiliki masalah besar bagi dunia. Kita harus menjelaskan pengalaman kita. Kita harus meningkatkan keamanan reaktor-reaktor nuklir. Jika masalah ditemukan, mungkin ada reaktor yang dihentikan.”

Tapi PM Kan menambahkan, “Pada poin ini, kita tidak memiliki rencana untuk menghentikan pengoperasian reaktor-reaktor itu.” (syarifudin)