Pages

Labels

PM Jepang Jamin Tak Ada Ancaman Kesehatan

TOKYO- Perdana Menteri (PM) Jepang Naoto Kan kemarin menegaskan, kebocoran radiasi dari pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima saat ini tidak mengancam kesehatan publik jika semua orang mengikuti saran pemerintah.

Pernyataan Kan itu untuk meredakan kekhawatiran publik atas krisis nuklir pasca gempa bumi dan tsunami di Jepang. Sebelumnya, Jepang menolak permintaan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) agar otoritas memperluas zona evakuasi di sekitar PLTN menjadi radius 40 kilometer, termasuk mengosongkan desa Litate yang berada dalam radius 20 kilometer.

“Jepang memutuskan di wilayah (evakuasi sekitar PLTN) berdasarkan saran dan usulan para pakar. Di Jepang, kami meminta orang-orang mengikuti aturan karena jika mereka melakukannya, mereka tidak akan merugikan kesehatan,” kata PM Kan, seperti dikutip kantor berita AFP.

Pemerintah Jepang juga menghentikan pengiriman produk pertanian dan peternakan dari empat wilayah dekat PLTN. Sedangkan di Tokyo dan sekitarnya, otoritas pekan lalu meminta orangtua tidak menggunakan air minum di susu formula bayi setelah ditemukan iodine di dalamnya.

“Pemerintah telah memanggil seluruh pakar untuk menstabilkan PLTN. Tapi situasinya belum mencapai tahap di mana kita melihat fasilitas itu stabil,” papar PM Kan.

Lebih dari 70.000 orang sudah dievakuasi dalam radius 20 kilometer zona pengeluaran. Sedangkan 130.000 orang lainnya yang tinggal 10 kilometer di luar zona pengeluaran, dianjurkan untuk pergi atau tetap berada di dalam ruangan.

“Jika TEPCO dapat menstabilkan PLTN mereka secepatnya, klaim kompensasi tampaknya akan kurang dari USD12 miliar, dengan pembayaran terbatas untuk para petani yang kehilangan tanaman mereka,” papar Shigeki Matsumoto, pengamat dari Nomura Holdings, seperti dikutip kantor berita Reuters.

Dia menambahkan, “Tapi jika tetap tidak stabil, dalam jangka panjang atau evakuasi permanen, biayanya akan melampaui kemampuan TEPCO. Dalam kasus itu, pemerintah akan menanggung bagian biaya kompensasi TEPCO yang tidak dapat dibayarkan.”

Sementara itu, Badan Keamanan Industri dan Nuklir Jepang (NISA) memperingatkan Tokyo Electric Power Co (TEPCO) karena tidak memiliki pengukur radiasi (dosimeter) yang cukup bagi seluruh pekerja yang berupaya menstabilkan PLTN Fukushima. TEPCO merupakan operator PLTN Fukushima.

TEPCO kehilangan sebagian besar dosimeter saat tsunami menerjang fasilitas itu. “Untuk mengatasi kurangnya dosimeter, kru darurat TEPCO bekerja dalam beberapa tim untuk memulihkan sistem PLTN, dengan satu dosimeter per tim untuk memonitor radiasi di tempat kerja mereka,” papar juru bicara NISA Hidehiko Nishiyama.

Jumlah dosimeter yang dimiliki TEPCO berkurang dari 5.000 sebelum tsunami, menjadi 320 setelah tsunami. “TEPCO memiliki sekitar 420 detektor dan dapat memberikan satu bagi setiap pekerja. TEPCO mengatakan pada kami tidak akan mengijinkan semua pekerja menjalankan tugas tanpa satu detektor,” kata Nishiyama.

Pemerintah Jepang berusaha mengontrol TEPCO yang saat ini menghadapi ancaman tagihan yang sangat besar. Saham TEPCO anjlok 10% setelah surat kabar Mainichi menulis, pemerintah berencana menyuntikkan dana publik ke perubahaan itu. “Ini akan menjadi bentuk penyuntikan dana yang akan membuat pemerintah memiliki keterlibatan manajemen. Jika saham pemerintah di atas 50%, ini bentuk nasionalisasi. Tapi itu bukan yang kami pertimbangkan,” ungkap seorang pejabat pemerintah.

TEPCO mengaku tidak tahu apapun tentang rencana pemerintah menyuntikkan dana publik ke perusahaannya. Menurut TEPCO, saat ini bukan waktunya mendiskusikan struktur masa depan perusahaan, karena harus fokus mengatasi krisis yang terjadi di beberapa reaktor.

Kemarin, PM Jepang dan anggota kabinet kemarin mengganti pakaian darurat warna biru dengan baju biasa. Langkah ini sebagai simbol tahap selanjutnya dalam pemulihan pasca gempa. Kan dan juru bicara pemerintah Jepang Yukio Edano sudah mengenakan baju warna biru sejak Jepang diterjang gempa bumi pada 11 Maret. “Saya telah mengubah menjadi baju biasa karena pemerintah kini menuju tahap baru pemulihan dan rekonstruksi,” kata Edano.

Meski sebagian besar anggota kabinet telah berganti dengan baju biasa, Menteri Manajemen Bencana Jepang Ryu Matsumoto dan Menteri Perdagangan Banri Kaieda masih tetap mengenakan baju warna biru. (syarifudin)