Pages

Labels

Popularitas PM Jepang Meningkat

TOKYO- Dukungan publik untuk Perdana Menteri (PM) Jepang Naoto Kan meningkat setelah bencana gempa bumi dan tsunami 11 Maret. Namun mayoritas responden mengkritik respon pemerintah terhadap krisis nuklir.

Dalam survei yang dilakukan harian bisnis Nikkei, popularitas kabinet meningkat menjadi 27% dari 22% pada survei Februari. Sedangkan tingkat kecaman publik tetap tidak berubah sebesar 67%.

Survei melalui telepon itu dilakukan pada Jumat (15/4) hingga Minggu (17/4), melibatkan 1.603 responden di penjuru Jepang, dengan 61% memberikan respon yang dapat dipercaya.

“Sebanyak 70% responden menyatakan memberikan sedikit apresiasi terhadap respon pemerintah atas krisis di pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi, dan hanya 19% yang memuji langkah pemerintah,” ungkap hasil survei Nikkei, kemarin, seperti dikutip kantor berita AFP.

Dengan kata lain, 70% responden menganggap PM Kan harus diganti. Sedangkan 70% juga mengatakan, respon pemerintah terhadap krisis nuklir itu tidak dapat diterima.

Poling lain yang dilakukan Mainichi Shimbun menunjukkan dukungan publik terhadap kabinet meningkat hingga 22% dari 19% pada Februari. Sedangkan tingkat kecaman menurun menjadi 54% dari 60%.

“Sebanyak 60% responden tidak memuji respon pemerintah terhadap krisis nuklir dan hanya 28% yang mendukung upaya pemerintah dalam mengatasi krisis itu,” papar hasil poling Mainichi, kemarin.

Sebanyak 78% menganggap Kan tidak menunjukkan kepemimpinan dalam mengatasi bencana alam di Jepang. Gempa bumi 9,0 skala ritcher yang diikuti tsunami itu menerjang wilayah pantai timurlaut Jepang pada 11 Maret, menewaskan sedikitnya 13.705 orang dan lebih dari 14.000 orang masih hilang.

Tsunami juga merusak PLTN sehingga radiasi dari reaktor-reaktor nuklir menyebar ke udara, tanah, dan laut. Kebocoran radiasi membuat pemerintah Jepang mengevakuasi ribuan warga yang tinggal di sekitar fasilitas nuklir.

Operator PLTN Fukushima, Tokyo Electric Power Co. (TEPCO) memperkirakan dapat sepenuhnya mengontrol seluruh reaktor nuklir dalam enam hingga sembilan bulan lagi. “Target waktu itu hanya akan terpenuhi jika semuanya berjalan lancar,” kata Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yukio Edano.

Pemulihan krisis nuklir sepenuhnya akan membutuhkan waktu lebih lama dari sembilan bulan. Apalagi proses pembangunan kembali wilayah pantai timur laut belum juga dimulai.

Total kerugian akibat bencana alam itu diperkirakan mencapai USD300 miliar. Jumlah tersebut menjadikannya sebagai bencana alam termahal di dunia.

PM Kan kembali dikritik di parlemen kemarin, terkait responnya yang dinilai lambat dalam mengatasi krisis nuklir. Menurut anggota parlemen oposisi, Kan kurang persiapan sejak awal. Terlihat dari langkah Kan yang tidak dapat melaksanakan rincian latihan tahun lalu yang mensimulasikan insiden sejenis Fukushima.

“PM Kan sedang bekerja keras dan dia harus mengalami kesulitan. Tapi banyak orang mempertanyakan kepemimpinan Kan. Meski PM sendiri berpikir dia memiliki kepemimpinan, tapi malangnya 70 hingga 80% responden mengatakan dia kurang memiliki kepemimpinan,” tegas anggota parlemen oposisi Partai Demokrat Liberal (LDP) Masashi Waki di komite anggaran majelis tinggi. (syarifudin)