Pages

Labels

Israel Mengancam, Iran Siap Perang

Iran sudah sepenuhnya siap perang. Ini merupakan respon tegas Teheran atas ancaman dan tes rudal terbaru oleh Israel pekan ini.

Militer Israel berhasil menguji rudal Jericho yang mampu membawa hulu ledak nuklir dan menyerang Iran. Teheran menyatakan tidak gentar dengan ancaman militer tersebut. Sekali lagi, Iran menganggap ancaman itu hanya gertak sambal. Namun, sejauh manakah sebenarnya kemampuan Israel melaksanakan niat lamanya tersebut?

“Iran selalu diancam Israel. Ini tidak baru bagi kami. Kami telah mendengar ancaman dari Israel selama delapan tahun. Bangsa kami adalah bangsa yang bersatu. Akar sejarahnya sangat dalam. Ancaman semacam itu tidak mengejutkan kami,” tegas Menteri Luar Negeri Iran Ali Akbar Salehi pada Hürriyet Daily News di sela Konferensi Istanbul untuk Afghanistan pada Rabu (2/11). “Kami sangat yakin dengan diri kami sendiri. Kami dapat membela negara kami.”

Ribuan rakyat Iran menggelar unjuk rasa anti-Israel dan anti-Amerika Serikat (AS) di Teheran pada Jumat (4/11). Pawai tersebut untuk memperingati 32 tahun pengambilalihan Kedutaan Besar AS di Teheran oleh mahasiswa. Insiden itu merusak hubungan diplomatik Iran dan AS.

Unjuk rasa itu digelar beberapa hari setelah Israel mengancam menyerang fasilitas nuklir Iran. Publik hendak menegaskan bahwa dukungan rakyat terhadap pemerintah Iran masih kuat untuk menghadapi ancaman militer Israel.

Keseimbangan geopolitik yang sedang terguncang di Timur Tengah akibat Kebangkitan Arab, tampaknya menjadi momentum bagi Israel untuk melaksanakan ambisi lamanya, menyerang Iran. Gerakan revolusi berhasil menggulingkan rezim Mesir, Tunisia, Libya, dan masih berlangsung di Suriah dan Yaman. Momentum inilah yang membuat Israel semakin terobsesi menyerang Iran dan mengembalikan lagi kontrol rezim Zionis di Timur Tengah, mengabaikan semua resiko yang ada.

Apalagi Perdana Menteri (PM) Israel Benyamin Netanyahu pernah mengatakan bahwa dia bermimpi mengikuti jejak mantan PM Inggris Winston Churchill dan menciptakan sejarah sebagai pemimipn yang mampu menghapus sepenuhnya bahaya yang mengancam eksistensi rezim Zionis. Seperti halnya Churchill mampu mengeliminasi kekuatan Nazi yang mengancam dunia hingga pecahnya Perang Dunia II.

Pengamat Israel Amnon Abramovich menuturkan, Netanyahu yakin bahwa program nuklir Iran menjadi bahaya utama yang mengancam eksistensi Israel. Karena itu, proyek idaman Netanyahu ialah melenyapkan program nuklir Iran, termasuk rezim Teheran saat ini.

Noam Brening, pengamat di surat kabar Yediot Aharonot berpendapat, Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak sedang gigih melobi semua pihak untuk keputusan menyerang fasilitas nuklir Iran. Brening menulis, meskipun pemimpin militer dan intelijen sangsi dengan keputusan apa pun untuk menargetkan fasilitas nuklir Iran, Netanyahu dan Barak yakin mereka dapat meyakinkan para pejabat senior untuk melaksanakan serangan tersebut.

Sampai saat ini, Para pemimpin badan keamanan yang pensiun beberapa bulan lalu, seperti mantan Kepala Staf Militer Gabi Ashkenazi dan mantan pemimpin Mossad Meir Dagan serta matnan direktur Shin Bet Yuval Diskin, memang berhasil menghalangi rencana (plot) menyerang Iran yang digerakkan Netanyahu dan Barak.

Memang benar, bahwa kepemimpinan politik di Israel dapat mengambil keputusan apa pun dan militer berkewajiban melaksanakannya. Tapi para pemimpin politik itu tahu bahwa opini publik Israel menyadari para kader profesional seperti para pemimpin badan keamanan, harus mendukung keputusan yang diambil.

Namun militer Israel telah dengan sangat jelas mengatakan pada Netanyahu dan Barak bahwa setiap bentuk operasi militer untuk menyerang Iran akan memiliki dampak sangat negatif bagi Israel dan merusak strategi untuk jangka panjang.

Setelah meninggalkan jabatannya sebagai kepala Mossad, Dagan melancarkan kampanye media menentang Netanyahu dan Barak. Dagan menegaskan bahwa serangan ke Iran hanya akan membawa bencana strategi bagi Israel. Para politisi sayap kanan di Israel pun berang dengan menyatakan serangan Dagan merusak kemampuan deterrence Israel terhadap Iran.

Namun kubu Ashkenazi-Dagan-Diskin juga mendapat dukungan dari beberapa menteri senior sayap kanan, termasuk Dan Maridor, Moshe Yalon, Benny Begin, bahkan Avigdor Lieberman.

Adapun Ben Kasbet, pengamat senior di surat kabar Maariv yakin pemilihan para pemimpin baru untuk posisi kepala staf militer Israel, Shin Bet, dan Mossad akan memiliki sikap yang lebih lunak terhadap rencana Netanyahu dan Barak. Bahkan mereka dapat menjadi pendukung utama untuk menyerang Iran. Dengan demikian, Netanyahu dan Barak tidak lagi memiliki penghalang di tataran elit untuk memuluskan rencana tersebut.

Alon Ben-David, koresponden isu pertahanan untuk televisi Israel, Channel 10, berpendapat bahwa dengan menyerang program nuklir Iran, Netanyahu ingin mengendalikan kontrol di Timur Tengah yang lemah akibat Kebangkitan Arab. Ben-David yakin Netanyahu berupaya mengakhiri krisis Israel setelah citra internasionalnya rusak saat Presiden Palestina Mahmud Abbas mengajukan keanggotaan di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk negara Palestina merdeka. “Duo Netanyahu-Barak yakin agitasi menjadi solusi bagi banyak masalah strategis yang dihadapi Israel, khususnya setelah pecahnya revolusi di dunia Arab,” katanya.

Ben-David menambahkan, Netanyahu dan Barak yakin bahwa cara terbaik untuk melakukan agitasi ini ialah menyerang fasilitas nuklir Iran yang akan mengirim pesan deterrence bagi negara-negara Arab.

Tidak seperti Brening yang memperkirakan Netanyahu mengeluarkan perintah menyerang fasilitas nuklir Iran sebelum musim dingin, Ben-David yakin keduanya akan menunggu hingga musim semi, karena langit di musim dingin yang berawan akan mengurangi efektivitas citra satelit dan pesawat mata-mata tanpa awak yang mengumpulkan data intelijen yang diperlukan sebelum melakukan serangan.

Ben-David memperingatkan kemungkinan bahwa kondisinya tidak kondusif untuk menyerang Iran, karena Israel terisolir secara strategis. “Saat ini merupakan yang terburuk sejak 1967,” tegasnya.

Dan meskipun semua bentuk operasi militer terhadap Iran akan mengacaukan stabilitas seluruh kawasan, Netanyahu dan Barak yakin ini akan membatasi ancaman revolusi demokratis di dunia Arab. Menurut para pengamat senior Israel, Netanyahu akan mencari pembenaran untuk serangan itu dengan memimipn para pemimpin badan keamanan dan militer, serta para pejabat senior di kabinetnya, untuk mendukung aksi ini karena waktunya semakin sempit.

Para pengamat menambahkan, Netanyahu mengatakan pada menteri dan jenderal senior bahwa peralatan sentrifugal di fasilitas nuklir Iran akan memulai pengayaan uranium lagi yang akan dikirim ke sebuah fasilitas nuklir rahasia yang dibangun di bawah pegunungan di kawasan kota Qom. Setelah itu, akan sangat sulit bagi serangan udara apa pun untuk mengenai manufaktur persenjataan nuklir di Iran.

Ronin Brigman, koresponden intelijen Yediot Aharonot menulis bahwa peluang kesuksesan serangan Israel ke fasilitas nuklir Iran tidak besar. “Iran sudah belajar saat Israel menghancurkan reaktor nuklir Irak pada 1981. Karena itu Teheran menyebar berbagai fasilitas nuklirnya di penjuru negeri, bahkan kita tidak tahu berapa banyak fasilitas nuklir Iran yang dapat disembunyikan,” tulisnya.

Menurut Brigman, fasilitas nuklir Iran dilindungi oleh persenjataan baterai anti-pesawat yang terus diperbaiki kemampuannya setiap hari. Beberapa senjata baterai itu dibangun di bawah tanah. “Rencana serangan itu sangat rumit dan Israel memiliki keterbatasan kemampuan udara dan tidak memiliki kapal induk, yang menghalangi kemampuan angkatan udara untuk bermanuver,” tuturnya.

Selain itu, jarak antara pangkalan pertahanan udara Israel dan fasilitas nuklir Iran sedikitnya 1.500 kilometer. Itu artinya, pesawat-pesawat Israel harus mengisi bahan bakar satu kali dalam sekali jalan menuju sasaran. Brigman memperkirakan, pertempuran udara akan membuat jet-jet tempur Israel harus mengisi bahan bakar sedikitnya dua kali.
Berdasarkan semua kondisi itu, Brigman menduga Israel hanya mampu melakukan serangan singkat dan hanya sebagian kecil lokasi yang menjadi target.

Para pengamat militer juga mengatakan, meskipun Israel mampu menghancurkan semua fasilitas nuklir Iran, tidak berarti rezim Zionis mampu menewaskan para pakar nuklir Iran. Jika para pakar nuklir Iran masih ada, Teheran dapat membangun lagi fasilitas nuklirnya dalam waktu tingga hingga empat tahun setelah serangan Israel.

Israel juga diperingatkan bahwa, segala bentuk operasi militer rezim Zionis, akan menyatukan berbagai faksi di bawah kepemimpinan Iran saat ini. Pada saat yang sama, banyak pihak di Israel yang meragukan keabsahan untuk serangan militer terhadap Iran. Hal ini karena Teheran sudah menyepakati peraturan dalam Traktat Non-Proliferasi (NPT) dan fasilitas nuklirnya diawasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Serangan militer Israel akan memberi pemimpin Iran alasan untuk mengusir semua pengawas internasional di fasilitas-fasilitas nuklirnya.

Sikap Amerika Serikat (AS) terhadap kemungkinan serangan Israel terhadap Iran itu juga tidak jelas. Hingga saat ini, ada kesan bahwa AS keberatan dengan rencana Israel menyerang Iran. Washington tampaknya khawatir kepentingan AS di kawasan itu akan diganggu oleh respon Iran terhadap serangan rezim Zionis. Namun dalam kunjungan Menteri Pertahanan AS Leon Panetta ke Israel, dia mengindikasikan bahwa Washington akan memberi Tel Aviv kebebasan untuk melakukan apa yang dianggap tepat untuk masalah tersebut.

Apalagi beberapa pihak di Israel yakin Presiden AS Barack Obama tidak akan mampu melakukan tekanan apapun terhadap rezim Zionis atau menghalanginya menyerang Iran. Obama yang ingin mengamankan masa depan politiknya dalam pemilu presiden 2012, tidak ingin membuat marah berbagai kelompok Yahudi yang dapat merusak peluangnya kembali menjabat di Gedung Putih.

Uri Bar-Yosef, seorang tokoh intelektual Israel yang melakukan riset dan banyak menulis tentang kegagalan Israel dalam Perang 1973, sangat mengkhawatirkan rencana Netanyahu menyerang Iran dan program nuklirnya. Bar-Yosef mengejek mimpi Netanyahu untuk mencapai kemasyuran sejarah Churchill. Menurut Bar-Yosef, pemerintahan Netanyahu, khususnya seluruh proses pembuatan keputusannya, membuktikan bahwa pemimpin Israel itu lebih seperti diktator fasis Italia Benito Mussolini yang tanpa sadar terlibat dalam Perang Dunia II. (syarifudin)