TOBRUK- Pemimpin Libya Muammar Khadafi kemarin menegaskan, pasukannya akan melakukan pertempuran penentuan.
Komentar terbaru Khadafi itu muncul setelah pasukannya memukul mundur pemberontak di barat dan mendekati basis terakhir oposisi di Benghazi. Bersamaan itu, Amerika Serikat (AS) menambah upayanya di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk pemberlakuan zona larangan terbang.
“Pertempuran dimulai hari ini (Rabu, 16/3) di Misrata dan besok, itu akan menjadi pertempuran penentuan,” tegas Khadafi, seperti dikutip televisi pemeritnah.
Misrata merupakan kota terbesar ketiga Libya yang memiliki populasi setengah juta jiwa. “Sejak malam ini, kalian diminta mengambil persenjataan dan besok kalian akan terlibat dalam pertempuran,” papar Khadafi di hadapan kelompok pemuda dari Misrata. “Jangan biarkan Misrata jatuh di tangan orang gila.”
Dalam wawancana dengan televisi Russia Today, Khadafi menjelaskan, Benghazi akan jatuh pada pemerintah Tripoli tanpa penggunaan pasukan militer, karena warga lokal sendiri akan mengusir bandit-bandit. “Seperti Anda lihat, semua ada di pihak kami, kecuali bandit-bandit itu. Rakyat terus meminta bantuan kami dan menyelamatkan mereka dari bandit-bandit,” katanya.
“Memang benar bandit-bandit itu menduduki gedung-gedung, juga pemukiman, untuk tujuan memiliki tameng manusia bagi mereka. Kami yakin Benghazi dapat mengatasi mereka tanpa kami harus mengerahkan pasukan militer,” tutur Khadafi.
Para Selasa (15/3), televisi Libya melaporkan militer akan segera bergerak menuju Benghazi dan Rabu (16/3), putra Khadafi, Seif al-Islam, memprediksi semua akan berakhir dalam 48 jam.
Juru bicara pemberontak di Misrata, 150 kilometer dari ibu kota Tripoli, menjelaskan, pasukan oposisi memukul balik serangan yang dilakukan pasukan Khadafi. Namun pertempuran itu menewaskan empat orang dan 10 orang terluka.
Televisi Libya kemarin melaporkan, pasukan Khadafi telah emngontrol Misrata. “Pasukan bersenjata emngontrol kota Misrata. Kini sedang dilakukan perburuan geng-geng teroris,” papar televisi Allibya.
Sedangkan di Zintan, kota bagian barat pertama yang jatuh ke tangan oposisi, seorang saksi mata menjelaskan, segala sesuatu sedang terjadi di sana. Sementara saksi mata di Ajdabiya, pintu masuk menuju Benghazi, mengatakan, pertempuran masih terjadi di sana. Sumber pemerintah tetap mengklaim bahwa Ajdabiya telah jatuh ke tangan pemerintah.
Seorang doketer yang ditelpon kantor berita AFP mengakui, pertempuran masih terjadi pada Rabu (16/3) di dalam dan sekitar Ajdabiya. Ajdabiya merupakan kota strategis yang menghubungkan jalan menuju Tobruk dan perbatasan Mesir di timur yang sudah dikuasai pemberontak.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri (menlu) Prancis Alain Juppe menuju Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York untuk mengupayakan pengesahan draf resolusi terhadap Libya. “Melihat kegentingan yang dihadapi rakyat Libya, terutama di Benghazi, Alain Juppe memutuskan menuju New York untuk secepat mungkin voting resolusi,” papar kantor kementeriannya.
Prancis, Inggris, dan Lebanon telah mengajukan draf resolusi PBB untuk berbagai sanksi dan membuka pintu bagi penggunaan berbagai cara untuk menghentikan tindakan ofensif Khadafi.
Tidak dijelaskan dengan rinci berbagai langkah militer yang dimaksud dan tidak disebut zona larangan terbang, seperti yang diserukan sebelumnya. Juppe hanya mengatakan, ide zona larangan terbang kini diikuti berbagai kejadian. “Mengakiri serangan terhadap warga merupakan prioritas bagi Prancis, posisi yang selalu dibela Presiden (Nicolas Sarkozy) sejak pertama terjadi kekerasan terhadap demonstran Libya,” katanya.
Saat ini AS tampak mempertegas posisinya, bergabung Inggris dan Prancis dalam mendesak voting Dewan Keamanan PBB untuk zona larangan terbang di Libya. “Langkah itu mungkin telah melampaui zona larangan terbang pada tahap ini, sesuai situasi yang berkembang di lapangan, saat zona larangan terbang melekat dengan berbagai pembatasan untuk melindungi warga sipil,” papar Duta Besar AS di PBB Susan Rice.
Sedangkan Menlu Rusia Sergei Lavrov meminta informasi lebih banyak dari negara-negara Arab tentang bagaimana zona larangan terbang akan diawasi. China dan Rusia yang memiliki hak veto di Dewan Keamanan PBB juga mengungkapkan keberatan dengan intervensi apa pun di Libya. (syarifudin)