DERAA- Presiden Suriah Bashar al-Assad menjanjikan kebebasan yang lebih besar pada rakyatnya, kemarin, saat aparat keamanan menyerang demonstran hingga menewaskan sedikitnya 37 orang.
Meski ada janji-janji dan tawaran standar gaji yang lebih besar, ribuan warga Suriah turun ke jalan untuk meneriakkan kebebasan dan revlusi di pusat kota Deraa, pusat unjuk rasa melawan 48 tahun pemerintahan Partai Baath.
Mengumumkan janji reformasi merupakan sesuatu yang tampak mustahil tiga bulan silam di Suriah. Pada 31 Januari silam, Assad mengatakan, tidak ada peluang pemberontakan politik yang mengguncang Tunisia dan Mesir akan menyebar ke Suriah.
Dalam janjinya, Partai Baath akan menulis rancangan undang-undang untuk kebebasan media dan mengijinkan gerakan politik baru. Partai Baath juga akan meningkatkan standar kehidupan dan mempertimbangkan pencabutang undang-undang keadaan darurat.
Pemerintah juga membebaskan semua orang yang ditahan di Deraa sejak demonstrasi muncul. Namun tidak disebutkan berapa orang yang dibebaskan. Selain itu, Assad memerintahkan kenaikan gaji 20 hingga 30% bagi pegawai negeri di Suriah.
Setelah Assad mengumumkan janji reformasi, televisi Suriah menunjukkan pawai mobil di Deraa yang mendukung Assad, dilengkapi foto-foto presiden yang dipasang di mobil-mobil tersebut.
Kantor berita Reuters melaporkan, unjuk rasa anti pemerintah tetap berlangsung di Suriah. “Rakyat Suriah tidak tunduk,” tegas demonstran anti pemerintah di sekitar masjid Omari, beberapa saat setelah aparat keamanan mengosongkan gedung yang mereka serbu pada Rabu (23/3).
Tokoh oposisi Suriah menegaskan, janji-janji itu tidak sesuai permintaan rakyat dan hanya mengulangi apa yang dikatakan dalam setiap pertemuan Partai Baath bahwa komite akan dibentuk untuk mengkaji reformasi yang tidak pernah dijalankan. “Pemerintah hendak meredakan kemarahan di jalanan. Kami ingin melihat reformasi sesungguhnya,” tegas seorang demonstran.
Seorang petugas rumah sakit mengatakan, sedikitnya 37 orang tewas di Deraa pada Rabu (23/3) saat pasukan keamanan menembakkan peluru tajam ke arah demonstran. Penasehat Assad, Bouthaina Shaaban, mengatakan bahwa presiden tidak memerintahkan pasukannya menembaki demonstran. “Saya merupakan saksi tentang instruksi Yang Mulia bahwa peluru tajam tidak boleh ditembakkan, meskipun polisi, aparat keamanan, atau pejabat negara dibunuh,” ujarnya.
Sementara itu, ratusan ribu demonstran berkumpul untuk berunjuk rasa di ibu kota Yaman, Sanaa, kemarin. Demonstrasi ini digelar sepekan setelah pendukung setia Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh menewaskan lebih dari 50 orang.
Demonstran anti rezim berkumpul di sebuah lapangan dekat Sanaa University, tempat mereka membangun kamp sejak 21 Februari. Militer dan aktivis oposisi membangun pos-pos pemeriksaan di beberapa pintu masuk ke lapangan. Mereka memeriksa semua orang yang masuk dan pergi dari pusat revolusi menentang tiga dekade pemerintahan Saleh.
Dengan menerjunkan unit-unit militer ke jalanan, Saleh menegaskan akan mempertahankan diri dari segala kemungkinan. Dia mendesak semua pejabat militer yang membelot agar kembali mendukung rezim. “Kami bertekad memelihara keamanan, independensi, dan stabilitas Yaman dengan segala cara,” tegasnya pada para pejabat miltier dan polisi dalam pertemuan yang disiarkan televisi pemerintah, seperti dirilis kantor berita AFP.
Sedangkan di Bahrain, minoritas Sunni merasa terancam dengan kebangkitan mayoritas Syiah dalam unjuk rasa menentang pemerintah. “Ada ancaman yang sangat nyata bagi Sunni,” kata ulama Sheikh Abdullatif al-Mahmud, yang memimpin Majelis Persatuan Nasional (NUA) yang baru dibentuk.
Bahrain merupakan negara yang diperintah oleh kerajaan Sunni, Al-Khalifa. Saat ini mayoritas Syiah memimpin berbagai demonstrasi untuk menggulingkan pemerintahan. “Ada desakan Syiah untuk meniru model Irak. Inilah yang memprovokasi Sunni. Sunni tidak perlu menjadi lebih sektarian. Tapi benar bahwa Sunni terkejut dengan fanatisme yang ditunjukkan sebagian besar Syiah,” papar Sheikh Abdullatif. Irak dulu diperintah Presiden Saddam Hussein yang Sunni, terhadap mayoritas rakyat Syiah.
Sementara di Yordania, mahasiswa yang berunjuk rasa bertekad terus menduduki pusat ibu kota Amman untuk menyerukan reformasi. Mereka diserang dengan lemparan batu oleh kelompok yang diduga merupakan pendukung pemerintah.
“Mereka berusaha mengusir kami pergi. Tadi malam, mereka menyerang kami dengan batu, tapi kami akan tetap bertahan apa pun yang terjadi,” tegas Saddam Basrawi, 21, mahasiswa yang turut menggelar demonstrasi anti pemerintah. (syarifudin)