CANBERRA- Kawat diplomatik Amerika Serikat (AS) yang dibocorkan laman WikiLeaks menyebut Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono terkait korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Surat kabar The Age di Australia yang mengutip bocoran WikiLeaks itu menulis, isi kawat rahasia itu merusak reputasi SBY sebagai seorang politisi bersih dan reformis.
The Age menulis, kawat itu menyebut SBY secara pribadi mengintervensi jaksa dan hakim untuk melindungi tokoh-tokoh politik korup dan menekan lawan-lawan politiknya. SBY, menurut WikiLeaks, menggunakan badan intelijen untuk memata-matai lawan-lawan politik, paling tidak, seorang menteri dalam pemerintahannya sendiri.
Bocoran kawat itu juga menyebut secara rinci bagaimana mantan wakil presiden SBY membayar jutaan dolar untuk mengendalikan partai politik terbesar di Indonesia, serta menuduh istri presiden dan keluarganya memperkaya diri sendiri melalui koneksi-koneksi politik mereka.
Pengungkapan WikiLeaks itu muncul saat Wakil Presiden RI Boediono mengunjungi Canberra hari ini, untuk berunding dengan pelaksana Perdana Menteri (PM) Australia Wayne Swan serta berdiskusi dengan pejabat-pejabat pemerintah untuk mereformasi birokrasi korup di Indonesia.
Kawat diplomatik AS yang diperoleh WikiLeaks dan diberikan secara eksklusif pada The Age itu menyebutkan, segera setelah menjadi Presiden pada 2004, SBY intervensi dalam kasus Taufik Kiemas, suami mantan presiden Megawati Sukarnoputri.
Menurut bocoran kawat diplomatik yang dikutip The Age, Taufik Kiemas menggunakan kekuasaan istrinya di Partai Demokrasi Indonesia yang menjadi partai terbesar kedua di parlemen, untuk mendapat perlindungan dari dakwaan, yang menurut para diplomat AS disebut sebagai korupsi legendaris selama pemerintahan istrinya.
Pada Desember 2004, Kedutaan Besar (kedubes) AS di Jakarta melaporkan, salah satu informan politik paling berharga, penasehat senior kepresidenan T.B. Silalahi menyebutkan bahwa asisten jaksa agung di kemudian hari, Hendarman Supandji, yang memimpin kampanye anti korupsi pemerintahan yang baru, telah mengumpulkan bukti yang cukup tentang korupsi yang dilakukan Taufik Kiemas untuk mendapatkan surat penahanan Taufik Kiemas.
Tapi Silalahi yang menjadi orang kepercayaan SBY, mengatakan pada Kedubes AS bahwa presiden secara pribadi menginstruksikan Hendarman untuk tidak meneruskan kasus yang melibatkan Taufik Kiemas. Hasilnya, tidak ada proses hukum yang dijalankan terhadap Taufik Kiemas.
Kedubes AS juga melaporkan bahwa wakil presiden RI kemudian, Jusuf Kalla, dituduh membayar suap untuk memenangkan pemilihan ketua Golkar, partai terbesar Indonesia, selama kongres partai pada Desember 2004.
Dalam kawat diplomat AS itu juga disebutkan, “Khususnya ibu negara Kristiani Herawati, mendapat keuntungan finansial dari posisi politiknya.”
Bocoran kawat itu menyebutkan, pada 2006, Kedubes AS melaporkan ke Washington, “Ibu negara Kristiani Herawati mencari keuntungan pribadi dengan bertindak sebagai broker atau fasilitator untuk berbagai spekulasi bisnis. Sejumlah kontak juga mengatakan pada kami bahwa anggota keluarga Kristiani Herawati mulai mendirikan sejumlah perusahaan untuk mengkomersilkan pengaruh keluarga mereka.”
Menyoroti pengaruh di balik layar yang dimiliki ibu negara, Kedubes AS menyebutnya sebagai “kabinet satu” dan “penasehat utama tak terbantahkan presiden”.
Kawat itu juga mengindikasikan bahwa SBY menggunakan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk memata-matai mitra dan musuh-musuh politiknya. Menurut seorang pejabat intelijen Indonesia, SBY memerintahkan kepala BIN Syamsir Siregar untuk menginstrukskan bawahannya melakukan kegiatan mata-mata terhadap salah satu menteri kabinetnya, Sekretaris Negara Yusril Mahendra saat dia melakukan perjalanan rahasia ke Singapura untuk menemui pengusaha China.
Menurut kawat itu, Presiden SBY juga dilaporkan menugaskan BIN untuk memata-matai kandidat presiden saingannya. Silalahi mengatakan pada para diplomat AS, “SBY membagikan laporan BIN paling sensitif tentang masalah-masalah politik hanya dengannya dan Sekretaris Kabient Sudi Silalahi.”
Meskipun SBY menang pada pemilu 2009, para diplomat AS secara singkat menyimpulkan bahwa dia mulai kehilangan pengaruh politiknya. Terutama setelah kontroversi politik pada 2009 hingga tahun lalu yang menyebabkan popularitasnya merosot drastis. Kedubes AS, menurut bocoran kawat itu menyatakan, presiden SBY semakin “lumpuh”. “Keengganan mendapat resiko teralienasi parlemen, media, birokrasi, dan civil society, Yudhoyono telah memperlambat reformasi,” tulis kawat diplomatik AS yang dibocorkan WikiLeaks tersebut. (syarifudin)