WASHINGTON- Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama kemarin mengatakan pada rakyat Amerika bahwa dia telah menghentikan pembantaian di Libya. Tapi dia memperingatkan, upaya menggulingkan Pemimpin Libya Muammar Khadafi dapat mengulangi peristiwa pembunuhan di Irak.
Obama berpidato setelah pemberontak Libya yang dibantu serangan udara jet tempur nternasional, berhasil mengambil alih kembali beberapa wilayah yang diakuasasi pasukan Khadafi. Selain itu, Obama berbicara pada malam menjelang konferensi internasional di London yang membahas masa depan Libya.
“Sebagai presiden, saya menolak menunggu foto-foto pembantian dan kuburan massal sebelum bertindak,” tegas Obama, membela keputusannya mengerahkan serangan udara terhadap pasukan Khadafi atas mandat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melindungi warga sipil.
Obama yang berpidato di National Defense University, Washington, itu menyangkal dia telah menyerahkan kepemimpin pada aliansi AS dan gagal meletakkan strategi yang jelas dalam agresi di Libya.
“Hanya dalam satu bulan, AS bekerja sama dengan mitra internasional kita untuk memobilisasi satu koalisi besar, mengamankan mandat internasional untuk melindungi warga sipil, menghentikan laju militer (Libya), mencegah pembantaian, dan menerapkan zona larangan terbang bersama aliansi dan mitra kita,” kata Obama.
Obama menambahkan, menghadapi seorang pria yang membandingkan rakyatnya dengan tikus dan menggantung warga sipil di jalanan, dia tidak punya pilihan selain melawan pasukan Khadafi saat berupaya menyerbu kota Benghazi.
“Kota itu dapat mengalami pembantaian yang akan bergema di penjuru kawasan dan menodai hati nurani dunia. Saya menolak membiarkan itu terjadi,” tegas Obama yang saat berkuasa berjanji menarik pasukan AS dari Irak dan kemudian Afghanistan. Tapi dia kini mendapati dirinya melancarkan petualangan militer baru ke luar negeri atas pengawasannya.
Presiden AS mengatakan, nilai-nilai dan kepentingan Paman Sam dipertaruhkan dalam krisis Libya, terutama pada pertanyaan apakah Libya menjadi ancaman utama bagi AS. Obama menegaskan, dia ingin Khadafi mundur, tapi memperingatkan bahwa mendorong langkah militer untuk perubahan rezim akan memiliki dampak yang buruk sekali.
“Jika kita berupaya menjatuhkan Khadafi dengan pasukan, koalisi kita akan terpecah. Kami ingin menempatkan pasukan AS di darat, atau beresiko menewaskan banyak warga sipil dari udara. Sejujurnya, kita menempuh jalan muram itu di Irak,” kata Obama. “Perubahan rezim di sana memerlukan delapan tahun, ribuan nyawa warga Ameriak dan Irak, serta hampir USD1 triliun. Itu bukan sesuatu yang ingin kita ulangi di Libya.”
Kekuatan internasional, termasuk Inggris dan Prancis bertemu di London kemarin, untuk membahas kesuksesan langkah koalisi melawan Khadafi serta mencari cara menggulingkan pemimpin Libya tanpa kekuatan militer.
AS dan aliansinya telah menerapkan sanksi keuangan dan diplomatik terhadap rezim Libya, menyita miliaran dolar aset dan mengawasi embargo persenjataan. Menurut Obama, Libya akan tetap berbahaya jika Khadafi masih berada di sana.
Obama memperingatkan, Khadafi berada di sisi yang salah dalam sejarah. “Transisi pada pemerintahan yang bertanggung jawab pada rakyat Libya akan menjadi tugas sulit,” ujar Obama yang menambahkan, saat ini tergantung pada komunitas internasional untuk bergabung bersama AS dalam upaya pembangunan kembali Libya.
Presiden AS juga menjelaskan kriterianya untuk mempertahankan pengaruh AS di luar negeri. Pengamat melihatnya sebagai “doktrin Obama” saat revolusi menggema di Timur Tengah.
Obama mengatakan, dia tidak pernah ingin menggunakan pasukan besar-besaran dan bertindak sepihak (unilateral) jika wilayah dalam negeri AS terancam. Tapi Obama menegaskan, Amerika dapat juga mengerahkan militernya dalam situasi yang tidak beresiko, misalnya untuk mencegah pembantaian massal.
Tapi dia menegaskan akan mencari dukungan aliansi dalam kasus-kasus semacam itu. Obama berpendapat, rakyat Amerika telah menyaksikan satu dekade perang. “Aksi yang berat tidak harus dilakukan Amerika sendiri,” tuturnya.
Pidato Obama kemarin hanya menjawab sebagian kritik yang dialamatkan padanya dalam beberapa hari terakhir, khususnya dari anggota parlemen yang merasa tidak diajak berkonsultasi tentang operasi militer AS di Libya.
Senator John McCain dari Partai Republik menyambut penjelasan Obama tentang intervensi AS di Libya. Tapi McCain mempertanyakan pernyataan Obama bahwa perubahan rezim dengan pasukan tidak ada dalam opsi. “Khadafi jelas merasa nyaman dengan itu,” tegas McCain.
Sedangkan Senator John Cornyn dari Republik di Komite Badan Persenjataan menganggap pidato Obama itu sudah terlalu terlambat. “Obama gagal menjelaskan mengapa dia secara sepihak membawa bangsa kita menuju perang tanpa membawanya lebih dulu ke Kongres AS,” katanya.
Menurut Cornyn, pemerintah AS bersikap ambigu, mengatakan Khadafi harus pergi, tapi menolak melakukan apa yang harus dilakukan untuk menggulingkannya.
Sementara itu, Khadafi mendesak para pemimpin dunia yang bertemu di London emarin untuk mengakhiri serangan barbar terhadap Libya. Menurut Khadafi, serangan udara yang dipimpin NATO terhadap pasukan darat dan artileri Libya seperti kampanye militer yang dilakukan Adolf Hitler selama Perang Dunia II.
“Hentikan tindakan barbar kalian, yang terus menyerang Libya,” tulis Khadafi, dalam surat yang dialamatkan pada 35 negara yang bertemu di London. Surat itu dipublikasikan kantor berita Jana. “Tinggalkan Libya bagi rakyat Libya. Anda melakukan pembantaian massal terhadap rakyat yang damai dan sebuah negara berkembang,” tulis Khadafi.
“Ini menunjukkan pada Anda di Eropa dan Amerika tidak menyadari serangan barbar dan kejam kalian sebanding dengan kampanye Hitler saat menginvasi Eropa dan membombardir Inggris,” tulis pemimpin Libya. Serangan udara pasukan koalisi dilancarkan sejak 19 Maret oleh Inggris, Prancis, dan AS.
Sementara itu, pemberontak Libya yang mulai mendekati kota Sirte, dipukul mundur oleh pasukan Khadafi. Pesawat tempur koalisi kembali membantu pemberontak dengan membombardir target-target di wilayah pantai dan barat.
Kantor berita Jana melaporkan, serangan udara koalisi menargetkan wilayah Mezda dan Gharyan di barat. “Pasukan Khadafi telah menghentikan serangan gencar di wilayah yang dikuasai pemberontak, Misrata, dan ketenangan telah pulih,” papar Kementerian Luar Negeri (kemlu) Libya.
Deputi menteri luar negeri Libya Khaled Kaim menuduh pasukan koalisi ingin memecah Libya menjadi dua. “Taktik koalisi mengakibatkan negara ini terpecah dua, yang berarti bahwa perang sipil merupakan perang yang berkelanjutan, dimulainya Somalia baru, sebuah situasi yang sangat berbahaya,” katanya pada saluran televisi Italia, Rai Uno.
Pemberontak saat ini terpukul mundur ke Bin Jawad, 50 kilometer barat kota minyak Ras Lanuf. “Tidak mudah mengambil alih Sirte lalu menuju Tripoli. Tapi kami tidak akan berhenti. Kami akan maju terus. Mreka tidak dapat menahan kami lama,” kata pejuang pemberontak Ahmad al-Badri, 20.
Saat pemberontak merasa yakin bahwa pesawat koalisi akan membuka lagi jaan ke Sirte untuk mereka, Pentagon menepis keyakinan itu. “Jelas bahwa oposisi tidak terorganisir dengan baik dan bukan organisasi yang sangat kuat. Karena itu setiap keberhasilan yang mereka raih menjadi lemah,” kata juru bicara Pentagon. (syarifudin)